quadrāgintā tres

4.2K 420 524
                                    




"Papa mana?"

"Di kamar."

"Oh..."

"Kamu udah liat tattoo-nya Anhara belum?"

Pukul delapan pagi, Kafka di apartemen Sera. Sendirian. Dengan secangkir kopi di hadapannya. Lengkap dengan lantunan lagu Beyond the Sea yang dinyanyikan Bobby Darin mengalun lirih di ruangan tengah.

"Ih diem aja." Sera meletakkan teh hangat untuk dirinya. Menyusul duduk di depan Kafka. "Bagus lho, Mama suka liat tattonya."

Kafka apalagi.

"Udah liat?"

"Udah, Ma." Datar Kafka. Nggak kayak ekspresinya semalem.

"Jelas ya? Mana mungkin kamu nggak langsung liat."

Kafka milih minum kopinya daripada jawab. Kemudian mereka membahas Erlang. Wajah Sera sempat tegang, lalu senduh, kemudian biasa kembali. Tapi Kafka tau mamanya nyimpan semua itu rapat-rapat.

"Kaf."

"Apa."

Sera menimang. "Kamu nggak akan ninggalin dia, kan?"

"Siapa? Anhara?" Dijawab anggukan Mama. "Nggak."

"Bener ya?"

"Ma, dapetin Anhara susah banget. Kafka rela nahan capek di pesawat puluhan jam buat keluar Sabtu malem." Kafka justru cerita itu. Alih-alih perjuangannya menyelamatkan Adara. "Mana dia sempet nggak mau."

"Nggak mau gimana?" Sera tertarik.

"Ya ada aja alesannya buat ngehindar, alus banget lagi caranya, bikin gak tega."

"Oh, kamu ditolak gitu ya?"

Kafka mengusap dahinya yang nggak gatel. "Iya."

"Kamu coba lagi waktu itu?"

"Ya iya?"

Sera menahan senyum. "Ya bagus, kamu jadi mikir buat ninggalin dia."

"Nggak, Kafka udah sayang banget sama dia."

Sera agak terpukau Kafka bisa sejujur itu. Ya bagus deh. Peningkatan. Nggak sekaku dulu. Nggak setertutup dulu. Tapi Sera tau ego putra pertamanya masih besar. Ya Sera berharap Kafka masih mau mengalah dan sabar menghadapi Adara.

"Lagi mikir apa sekarang? Soal Papa kamu?"

"Iya."

"Mikail pasti kaget. Tau anaknya udah nikah, nggak pakai bilang apa-apa lagi. Soal dokter Savella juga seputar kehamilan. Papa kamu marah, jelas. Tapi dia masih mau denger kamu jelasin semuanya."

"Kafka udah jelasin semuanya. Alasan Kafka sama Adara."

"Kamu ajak Adara, kenalin sama Papa."

"Nggak. Nggak siap liat Adara didiemin."

"Coba aja dulu." Sera senyum. Tadi pagi ia udah bicara sama Mikail, ya nggak bisa dibilang bicara karena ia justru cerita soal kemarin kemana aja sama Adara sambil berpangku dagu menatap suaminya yang sibuk membaca surat kabar. Pria itu cuman diem, nggak nanggepin. Saat Sera iseng rebut surat kabarnya, Mikail cuman naikin alis dan bilang santai. "Aku dengerin." Udah gitu doang. Tapi Sera tau pria itu udah menaruh perhatian. Meskipun kecil.

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang