septem

7.1K 695 1.6K
                                    


"Non, itu hapenya getar sampai duapuluh kali. Mungkin panggilan penting, Non."

"Nggak kok Bi. Itu lagu baru, lagunya suara nada dering. Jadi biarin aja Bi. Itung-itung temen kita bikin cookies."

Bibi percaya aja. Mungkin Non Anhara pengen dengerin lagu unik itu. Daripada menyalakan TV di dapur.

Tapi satu ini yang ganggu. Bibi bisa liat wajah pucat Anhara. Udah minum obat belum ya?

"Non Anhara. Kakinya gimana yang tadi? Udah enakan?"

Anhara menggerakkan kaki yang dibalut kasa di balik sandal rumahnya. "Udah."

"Terus ini? Badannya lagi nggak enak?"

"Kecapean aja belum istirahat juga dari rumah temen..."

"Oh... pantesan pake hoodie sampai ditali di leher, biar hangat ya?"

"Um..., iya, Bi." Anhara nyengir aja. "Biar hangat."

"Oh ya. Cookies-nya ntar dibagi ya, Bi. Jadi enam tempat." Anhara ganti topik. "Tiga buat Bibi sama yang lainnya, satunya buat Kak Lara sama duanya lagi buat temen saya."

"Yang ultah?"

"Iya Bi, kakak kelas." Anhara kini jongkok, menatap beberapa cookies yang sudah masuk ke dalam oven, aromanya nikmat, perpaduan potongan coklat di atas dan selai lumer di dalamnya. "Sama mau saya kasiin ke temen."

"Oh, Mas Marshall?"

"Iyuuuw," Anhara manyun. "Bukan."

"Terus siapa Non? Pacarnya ya?"

"Saya nggak punya pacar."

Bibi ketawa lagi.

"Jangan sebut dia ya Bi. Alergi."

"Selalu ya, mirip Tom and Jerry."

Anhara jadi ingat pesan Marshall tadi. Katanya mau ngajakin pergi ke acara temen. Acara apa?

"Dia udah lama ya nggak ke sini," kata Bibi lagi.

"Sibuk dia Bi, makanya nggak pernah main lagi."

"Iya mungkin ya..." Bibi ketawa. "Oh ya, Non, saya kebanyakan kalau tiga."

"Nggak Bi, nggak papa." Anhara senyum, bukan lantaran ngerasa ini cookies nggak enak jadi ia nggak mau, tapi karena ini cookies beneran enak! Jadi biar Bibi dan lainnya yang makan.

"Non gimana?"

"Gampang!" Anhara senyum. "Nanti saya yang sama Kak Lara aja. Pasti seru makan cookies bareng sama dia."

Bibi langsung diem lagi. Semakin sering Anhara ngungkit soal Non Lara, Bibi semakin ngerasa bersalah...

Tapi bener kan lebih baik Bibi diem soal pizza yang dibuang ke sampah tanpa disentuh sama sekali?

"Bibi kadang kalau di rumah sepi ngapain?" tanya Anhara. Pertanyaan itu pelan, ada sebuah rasa sedih tapi Anhara aja yang tau.

"Beres-beres rumah, Non..."

"Bukan gitu maksudnya." Anhara ketawa. "Maksud saya kalau udah kelar semua."

Bibi akan menjawab sampai ponsel itu berdering lagi. Kali ini berturut-turut. Beda sama tadi yang kejeda. "Non, itu telfon?"

"Biarin, orang nggak jelas itu yang telfon saya."

"Oh..." suara rendah tiba-tiba terdengar di sisi pintu. "Jadi gue nggak jelas?"

Anhara langsung menoleh. Awalnya ia kaget lalu berubah kesal melihat siapa cowok di hadapannya.

Marshall.

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang