quadrāgintā octo

4.1K 465 595
                                    




"Kaf, doa, Adara pasti bisa bertahan."

Udah sering kalimat itu masuk telinganya. Tapi sialnya nggak berefek apa-apa.

Pikiran cowok dengan kemeja itu nggak ada baik-baiknya sama sekali. Kafka menunduk menyalahkan dirinya sendiri. Harusnya nggak gini. Harusnya ngga dibiarkan egonya yang menang dengan membiarkan Adara ke Bali. Kenapa pengalamannya saat dulu nggak membuatnya sadar?

Iya. Gue bego banget.

Kafka kacau memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa aja terjadi. Apalagi Adara masih dalam ruang untuk tindakan lebih lanjut setelah melalui proses panjang dan didapati adanya pembuluh darah pecah di kepala.

"Kaf..." Sera mengusap lengan putra pertamanya yang bebas dari perban penutup luka dengan halus. Mencoba memberikan sebuah ketenangan. "Udah, jangan nyalahin diri sendiri. Semua udah terjadi. Sekarang yang penting, kamu bantu dengan doa. Adara nggak butuh kamu yang menyalahkan diri sendiri tapi butuh semangat kamu dan doa kamu. Itu yang terpenting."

Kafka langsung diem. "Iya."

Kemudian ia menatap mamanya, dan ia sadar di sini cuman ada wanita itu nggak ada Papa. Berharap apa lo? Bokap lo aja masih marah.

"Kamu juga jangan banyak gerak, nanti jahitannya kenapa-kenapa..." Sera memperingatkan. "Nanti minum obat pereda nyerinya dulu ya."

Kafka tadi mencari Adara kemana-mana. Nihil. Semua nggak ada. Sampai ia mendapati info dari Ramon dan Nijat Ryu jika istrinya itu disekap di rumah Lara yang berada diperbukitan.

Saat Kafka ke sana, ia bertemu orang suruhannya Sabine. Kafka masuk terlebih dahulu sedangkan Nijat dan Ramon mengurusi orang-orang di belakangnya. Kafka melakukan perlawanan pada penjaga di dekat ruangan itu. Tapi karena mereka lima orang dan dirinya seorang diri, membuat kondisi yang mulanya Kafka bisa melawan akhirnya kalah juga. Alhasil lengannya berhasil kena sayatan pisau salah satu dari mereka. Meskipun nggak sepanjang Marshall, luka di lengan Kafka cukup dalam. Tapi cowok itu mati rasa. Ia lebih sakit melihat Adara.

"Apa kamu mau pulang dulu buat istirahat? Biar ganti Mama yang jaga, gitu aja ya?"

"Nggak, Ma. Kafka mau di sini nunggu Adara," Kafka menatap Sera. "Mama pulang aja nggak papa. Biar Kafka di sini."

"Mama mau di sini sama kamu."

Kafka senyum terima kasih lalu tatapannya jatuh ke ruangan di hadapannya. Tuhan udah kasih kesempatan lagi buat jagain kamu, tapi aku rusak lagi... kalau aku berharap dikasih kesempatan lagi bisa nggak Ra? Dan kamu, masih mau berjuangkan?


 kalau aku berharap dikasih kesempatan lagi bisa nggak Ra? Dan kamu, masih mau berjuangkan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Sera."

Langkah kaki Sera dari tempat mobilnya terparkir untuk mengambil beberapa barang jadi terhenti di lorong dekat ruangan di mana Adara berada. Wanita itu menoleh dan ia senyum senduh mendapati penyapa yang kondisinya sama kacaunya dengan dirinya.

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang