trēdecim

8.2K 747 2.4K
                                    


⚠️

Erangan tanda tidur nyenyak terdengar dari Kafka yang kini membuka mata perlahan.

Sampai Kafka sadar, jika Anhara tidak ada di sebelahnya.

Cowok itu langsung memanggil nama Anhara dengan suara serak khas bangun tidur tapi tidak ada sahutan.

Kafka menarik kausnya, lalu menyurusi mulai dari kamar, ruang kerja, tiap kamar mandi, dan terakhir dapur. Tempat yang membuat Kafka terdiam total.

Sialan.

Di sana banyak pecahan gelas, bahkan mangkok yang disiapkan Nonna Angger dalam keadaan mengenaskan. Ada kopi dan teh yang belum diberi air untuk pagi ini. Tapi satu ini yang bikin Kafka diam dan tubuhnya kaku hingga kekhawatirannya naik ke level paling atas; ada bekas darah di lantai.

Brengsek!

Kafka merasa dirinya nggak guna.

Kenapa gue nggak kebangun si anjing.

Kafka mengusap wajahnya frustasi. Buru-buru ia menghubungi Nijat dan Ramon untuk mencari tau di mana ceweknya sekarang.

Ramon
Non Anhara sudah meninggalkan apartemen setengah jam yang lalu.

Kafka
Ke mana? Kabur ke Bali atau Jogja lagi?

Ramon
Bukan, tapi pulang ke rumahnya.

Kafka langsung sadar, pesan Marshall kemarin malam tidak main-main. Bahkan sebelum semua dimulai, dirinya sudah kalah dengan Anhara menarik diri lalu meninggalkannya tanpa basa-basi.


 Bahkan sebelum semua dimulai, dirinya sudah kalah dengan Anhara menarik diri lalu meninggalkannya tanpa basa-basi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Sepanjang jalan Anhara tidak hentinya menautkan jemari hingga rasanya kebas dan  aliran darah terasa terhenti. Dengan dress hitam yang disembunyikan Kafka tidak menutupi telapak kakinya yang lecet dan berdarah-darah.

Pikirannya kosong menyadari semua ini hanya angan atau memang jawaban atas doa-doanya.

Ini beneran?

Apa ini imajinasi dan harapannya yang semu?

Bagaimana jika ia pulang dan tidak menemukan siapa-siapa?

Bagaimana jika Mama tidak ada di rumah?

Bagaimana jika Anhara lelah berharap dan memilih mati saja?

Perasaanya makin gusar dan jantungnya berdegup melebihi biasanya saat mobil itu berhenti tepat di depan pintu utama. Seperti biasa; rumah itu sepi. Tidak ada hilir mudik pekerja. Haruskah ia turun?

"Non, nggak turun?"

"Sebentar." Anhara menenangkan diri. Bukan perasaan lega menyelimuti, melainkan ketakutan.

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang