tres

9.1K 783 1.2K
                                    





"Nggak mau ganti?"

"Ini aja dulu, kenapa?"

Kafka hendak mengganti film yang diputar Lara, tapi cewek itu melarang dengan memegang lengan Kafka yang dingin.

"Ini, please?" minta Lara memelas.

"..."

"Please, ini aja." Lara manyun sekarang.

Kafka masih menatap cewek itu dengan tajam, kemudian mengembuskan napas keras. "Yaudah, yaudah."

Seneng banget Kafka nurut, Lara yang terbawa suasana langsung mendekat, hendak memberi kecupan. Tapi Kafka menghindar dengan menunjuk LCD di depan sana. "Series baru?"

Dengan wajah tidak bisa ditebak, Lara senyum sakit. "Masih ada tembok ya, Kaf?"

"..."

"Sori."

"Gue masih mikir, lo nggak dicari kabur ke sini sama gue?" Kafka justru nanyanya tenang. Beda sama Lara yang malu atas penolakan itu dan penolakan tadi.

Ya emang dasarnya Kafka aja yang nggak peka dan biasa aja.

"Siapa yang cari maksud kamu? Orang yang sok peduli?"

"Bukan gitu. Maksud gue—"

"Udah si, aku nggak mau bahas mereka."

"..."

"Kalo dipikir, kamu enak hidupnya. Keluarga kamu utuh, kamu punya Mama, Papa yang baik ke kamu, punya Erlang, ada Athena juga."

"..."

"Tapi aku tau si, Kaf, dunia emang nggak berbaik hati ke aku, aku juga nggak selalu mikir aku yang paling sedih di sini. Aku masih bersyukur bisa hidup meskipun gini."

"Ra?"

"Tapi setidaknya aku lega," Lara senyum tulus. "Aku punya kamu di sini."

Kafka bukan tipe cowok yang akan dekat dengan cewek untuk lebih dari teman. Beda sama Ayako, itu juga karna Kafka dekat Nathan, yang otomatis membuat Kafka juga terseret kenal dengan Ayako.

Dan gampangnya, Ayako bukan tipe cewek yang malu-malu, ucapannya yang apa adanya lebih dekat ke kata 'ramai' membuat Kafka oke-oke aja temenan sama perempuan itu.

Tapi sama Lara beda.

Cewek itu dari awal menujukkan semua yang jadi pedoman Kafka harus sedikit diubah. Mulai dari Kafka yang terlihat seperti orang paling perhatian. Padahal kalau ditelaah, situasi dan kondisi yang sama, yang membuat mereka terdampar berdua.

Lara dengan sedih dan kesepiannya.

Kafka dengan kekosongannya.

Juga Kafka dengan rasa bersalahnya.

"Kamu balik kapan?" Lara nanya hati-hati. Terdengar takut jika Kafka pergi kapan saja.

"Nggak ngerti. Gue belom tau."

Tanpa sadar Lara lega.

"Lo balik kapan?"

"Nggak tau..." Lara meremas jemarinya yang dingin dan pucat. Ia sejujurnya masih malu setelah bertanya hal mendalam tadi pada Kafka.

Malu telah menjadi orang paling ingin dimengerti terlepas semua masalah beberapa hari yang lalu.

"Balik aja sama gue."

"Boleh?" Lara kaget.

"Daripada lo di sini sendirian?"

"Hm, okay..."

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang