novem

6.7K 712 2K
                                    



"Kafka?"

Anhara terdiam di depan cowok dengan kemeja terbuka menampilkan kaus hitamnya. Cowok itu tenang, datar, dengan alis naik sebelah, yang membuat ingatan Anhara jatuh pada awal pertemuan mereka. Yang mana Kafka terlihat; kaku, dingin, tidak ramah, dan tidak teraih.

Tapi itu dulu.

Karna saat telah kenal lebih dalam, ternyata...

"Kok lo di sini?" Perut Anhara makin bergejolak. Harusnya ia udah lari ke kamar mandi. Tapi semua batal. Karna Anhara gak tau kapan lagi bisa liat Kafka. Sekarang keinginan Anhara cuman satu, berdoa agar tidak muntah di sini. "Gue kira lo udah balik ke Oslo.."

"..."

"Gue masih nunggu lo jelasin semuanya ke gue."

"..."

"Soal kenapa lo tiba-tiba aneh, tiba-tiba pergi gitu aj—"

"Tunggu," potong Kafka dingin. Suaranya seperti perintah saat menyuruh Ramon dan Nijat Ryu. Bahkan wajah cowok itu terlihat... datar dan terganggu. "Lo siapa?"

"Eh?"

Kafka memasang wajah risihnya. Membuat Anhara makin bingung ada apa di sini.

"Lo beneran lupa?"

Kafka nggak jawab karena emang nggak perlu dijawab.

"Kaf?"

"..."

"Gak usah bercanda deh, Kaf."

Terganggu, cowok itu berniat turun setelah menyiapkan barang bersama Nathan untuk kejutan Ayako. Sekarang Nathan lagi memastikan semua aman. Jadi Kafka terjebak berdua dengan cewek yang nggak ia kenal ini.

"Kaf? Lo beneran lupa?"

Terakhir mereka bertemu beberapa hari yang lalu. Sebelum insiden nggak jelas terjadi. Setelah mereka terbuka satu sama lain. Setelah Kafka memberikan banyak kalimat semua akan baik-baik saja.

Sebelum kejadian aneh itu hadir, lalu merusak semuanya...

Anhara bahkan masih bisa lihat, apa yang ditutup di balik kemeja itu. Tidak beda jauh dengan yang ia tutupi di lehernya.

"Lo seriusan nggak kenal gue?"

Wajah kaku Kafka makin terlihat. Kalo biasanya Anhara meluapkan kesalnya dengan menjitak kepala cowok itu di pertemuan mereka dulu sambil marah 'Apaan si lo, gak usah pura-pura gila lo.' tapi kali ini Anhara diem.

Selain bingung, ia juga menahan mual.

"Lo beneran lupa gue?" ulang Anhara. "Kaf? Bener?"

"Paan si lo."

Kedua alis Anhara naik sebelah.

"Ya bener gue Kafka, tapi gue nggak kenal elo." Merasa banyak bicara, Kafka pergi dari sana dengan wajah kesal.

"Emang ya," Anhara mulai kesal juga. Terlihat dari wajah cewek itu yang awalnya terlihat kaget, bingung, dan kangen cowok itu, kini mulai pudar. "Nggak sia-sia gue siapin tongkat baseball."

Kafka penasaran untuk apa. Tapi jelas semua pertanyaan aneh itu tidak akan keluar dari bibirnya.

"Gue mau pastiin sesuatu. Tapi lo harus liat mata gue."

Tentu aja Kafka nggak mau.

"Kafka..."

Alis cowok itu naik sebelah, terlihat tidak nyaman. Alhasil cowok tinggi itu langsung berbalik.

"Kalingga..." Anhara mengatakan ini. "...Kafka Mangkualam."

Kafka langsung cabut.

"Eh," tahan Anhara. "Tunggu dulu!"

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang