vīgīnti quattuor

4.6K 512 930
                                    




Kafka gila dan Kafka tau Adara akan menolak.

Nggak perlu orang pinter juga Kafka paham mata perempuan itu menunjukkan penolakan dan dinding tidak kasat mata agar Kafka tau dan mundur aja.

Tapi Kafka mencoba sebuah peruntungan dari sedikitnya kondisi yang tidak mendukungnya sama sekali; dengan mengajak perempuan itu pergi dari rumah itu. Meninggalkan Petra dan Lara yang entah pergi ke mana ketika Kafka dan Adara cabut dari sana.

Tapi dari kabar yang Kafka dapat, mereka pergi karena ajakan tiba-tiba Petra yang takut terjadi apa-apa ketika mengetahui Lara; putri tercintanya hancur karena Kafka.

Atau mungkin, Petra juga takut dengan Kafka setelah melihat semua kejadian itu.

Kejadian Petra menyiksa Adara.

Dan sekarang, Adara duduk di dalam mobil hitam milik Kafka nyaris dua jam tanpa bicara apa-apa. Sama halnya dengan Kalingga Kafka Mangkualam yang termenung di balik roda kemudi menatap minimarket yang masih ada beberapa cowok seusia Athena sedang nongkrong, merokok sambil mengobrol ringan.

Tapi saat sadar pipi dan bekas tamparan serta bibir sobek tadi nggak mungkin Kafka diamkan sampai Adara bicara—dan Kafka percaya perempuan itu akan diam aja— Kafka akhirnya turun dari mobil, meninggalkan Adara tanpa berkata apa-apa.

Adara yang hanyut pada lamunan gelapnya juga memilih diam.

Di dalam minimarket Kafka menatap etalase dengan mata tajamnya yang semakin menajam saat mengingat kejadian  beberapa jam yang lalu. Marah? Jelas. Kafka marah sama Petra. Tapi Kafka juga marah dengan dirinya sendiri. Kenapa nggak ngalah aja sejak enam bulan yang lalu?

Kenapa nggak dari dulu aja gue mengajak Adara kabur dari rumah itu?

Kenapa gue turutin omongan cewek gue waktu buat mundur aja? Sialan, sialan.

Kafka marah-marah sendiri, sampai ia menatap ke luar jendela, melihat mobilnya. Di dalam sana: ada Adara. Ada perempuan itu.

Pikiran Kafka diliputi banyak tanda tanya, tapi dari semua itu, pasti Adara mendengar jelaskan ajakannya? Ajakan yang bahkan— sialan– udah Kafka rencanain dari dulu. Bahkan saat perempuan itu mempermainkannya dengan kalimat putus seenak hatinya.

Lo nerima gue kan?

Lo mau kan hidup sama gue, Adara?

Kafka mengacak rambutnya hingga berantakan. Anjrit nggak lucu kalo dia ngga denger.

Sampai getaran ponsel membuat Kafka sadar. Cowok itu mengambil ponselnya dan membaca pesan yang ternyata dari Sera.

Mama
Gimana?

Heran Kafka menjawab.

Kalingga Kafka
Apa?

Mama
Demam kamu yang sekarang, Kalingga. Jangan pura-pura ngga tau kayak ikan deh.

Kalingga Kafka
Ma? Ini jam 2 pagi kalau Mama tau.

Mama
Mama tu kawatir makanya Mama tanya.

Kalingga Kafka
Iyaa

Mama
Udah mendingan kan? Mama nggak mau kamu sakit kayak beberapa bulan yang lalu.

Kafka memilih memasukkan ponselnya. Disusul mengambil obat merah dan benda lainnya lalu ke kasir. Setelah bayar, Kafka keluar dan lagi-lagi langkah kakinya terhenti di depan pintu minimarket saat matanya menatap mobilnya di depan sana.

Changed 2 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang