#43

252 21 8
                                    

Happy reading...

Selepas pertemuan Uswa dengan Lisa, Uswa memikirkan matang-matang langkah apa yang akan dia ambil untuk kedepannya. Apakah akan menunggu kebetulan-kebetulan lain yang akan tuhan kirim untuknya. Atau akan mengambil langkah mendahului kebetulan itu. 

Ditambah sebentar lagi liburan semester. Uswa bisa memanfaatkan waktunya itu untuk pergi ke Surabaya lalu ke Sidoarjo sekedar memastikan bahwa itu alamat rumah Iqbal yang lain. Atau memang itu orang lain yang kebetulan namanya sama persis dengan Iqbal?

***

Sesampainya di Surabaya, Uswa segera menghampiri ibunya yang kebetulan sedang memasak di dapur. 

"Assalamu'alaikum Bu," sapa Uswa sembari mengapai tangan ibunya meski amis karena memasak ikan.

"Wa'alaikumussalam. Kenapa balik enggak bilang-bilang?" tanya ibu.

Uswa hanya meresponnya dengan senyuman.

"Bagaimana keadaanmu di Jogja?" tanya ibu.

"Ya seperti itu biasa saja," jawab Uswa seadanya.

"Kuliahmu?" tanya ibu lagi.

"Lancar alhamdulillah," jawab Uswa.

"Bersih-bersih sana. Setelah itu makan," perintah ibu.

Mendengar hal itu, Uswa langsung beranjak pergi ke kamarnya. 

Yeah, sebagai anak pertama yang tinggal di perantauan membuatnya menjadi pribadi yang mandiri. Sama seperti orang-orang yang lainnya, Uswa juga menjadi pribadi yang berbeda di hadapan keluarganya. Pendiam, seadanya, seperlunya, sewajarnya, irit dalam berbicara, dan lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamarnya saat dia berada di Surabaya.

***

Beres berkemas, Uswa tidak langsung turun ke bawah untuk makan. Masalahnya belum selesai. Dia belum memutuskan apakah akan ke Sidoarjo saat dia sedang di Surabaya atau membiarkan Tuhan memberikan kebetulan lagi padanya. 

Tapi jika dipikir-pikir, nama yang sama ketika proses mengurus paket juga sebuah kebetulan. Apakah itu pertanda dari Tuhan jika itu kebetulan? Lalu membuat Uswa memilih pilihan antara melanjutkan kebetulan itu atau menunggu kebetulan yang lain. Itu yang selalu dipikirkan Uswa saat perjalanannya di kereta. 

"Us makan," teriak ibu dari bawah.

"Iya sebentar," balas Uswa.

Uswa segera turun dan menghentikan aktfitas berpikirnya.

Sesampainya di meja makan, Uswa melihat adiknya yang sudah menginjak usia 7 tahun. 

"Sudah masuk SD Rey?" tanya Uswa pada adiknya, Reyhan.

"Sudah kak," jawab Reyhan.

Setelah itu tidak ada percakapan lanjutan. 

Dikarenakan Uswa yang jarang ada di rumah dan memang hanya setahun 2 kali dia di rumah, membuat keduanya seperti orang asing. Tapi kebanyakan orang yang tidak mengetahuinya adalah, mereka memiliki cara tersendiri bagaimana sikap untuk menunjukkan kasih sayangnya sesama lain.

Selesai makan, Uswa langsung pergi ke kamarnya. Dia masih belum menemukan jawaban tindakan apa yang akan dia lakukan untuk selanjutnya. Ditambah dia sudah berada di Surabaya. Hanya tinggal menunggu  pilihannya. Karena kebigungan, dia mmenghubungi temannya, Lisa. 

"Halo Lis..," ucap Uswa memulai pemibicaraan.

"Iya Us halo. Gimana? Sudah sampai di Surabaya?" tanya Lisa di sebrang sana.

Dalam DiamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang