Matanya masih tertutup rapat. "Betah amat Bal tidurnya," ucap Uswa bergumam. Uswa duduk disebelah ranjang Dian lalu meletakkan barang-barang yang tadi sudah perawat berikan padanya. Meski sudah berusaha menyingkirkan pikirannya yang menimbulkan banyak pertanyaan, tetap saja pikiran itu muncul.
Uswa kembali mengingat bagaimana dirinya dengan masalalunya. Ketika kembali mengingat hari-hari yang lalu, Uswa kembali teringat ketika kejadiannya dengan Dian saat dia mengunjungi kembali SMP-nya dan tidak sengaja bertemu dengan Dian sampai bertemu dengan teman-temannya.
Uswa mulai bergumam sendiri, "Bukankah teman-temannya mengingatku sebagai teman dekatnya dengan 'dia'? Berarti Iqbal yang didepanku 'Iqbal'???"
"Berarti yang di depanku ini???" lanjutnya bertanya pada dirinya sendiri.
Bale. Masalalunya. Uswa menemukannya.
Seketika itu Uswa langsung memegang tangannya. Menggenggamnya. Lantas langsung menangis karena sudah lama merindukannya.
"Uswa kenapa tanganku basah? Gentengnya bocorkah? Emang lagi hujan?" ucap Dian tiba-tiba.
Uswa terkejut mendengar suara Dian. Pertanda orang yang ditunggunya sudah siuman. Uswa langsung mengusap pipinya agar air matanya tidak terlihat. Meski yang dilakukannya percuma.
"Kau sudah siuman? Aku panggil dokter dulu ya," pamitnya untuk pergi memanggil dokter.
Dian menggenggam erat tangan Uswa yang akan pergi.
"Jangan pergi," pinta Dian.
"Tapi Bal, kamu sudah siuman. Aku harus memanggil dokter. Nanti kembali lagi kok. Kamu jangan khawatir," bujuk Uswa.
"Bukan masalah ditinggal atau enggaknya Uswa. Kamu gak perlu susah-susah pergi kalau disini sudah ada bel untuk memanggil dokter. Itu maksudku," ucap Dian.
Sadar bahwa apa yang dimaksud Dian melenceng dari pemkirannya yang membuatnya sangat malu karena sudah terlalu kepedean atas apa yang dimaksud Dian. Uswa pun berdiri dan menekan bel yang ada diatas nakas sambil tertunduk malu. Dian yang melihat tingkah Uswa hanya tersenyum. Tidak berani lebih dengan mengeluarkan suaranya. Khawatir jika Uswa akan semakin malu.
"Jangan nunduk terus. Nanti mahkotamu jatuh tuan putri," ujar Dian.
Uswa sangat kaget dengan ucapan yang sudah Dian lakukan. Dia langsung mengangkat kepalanya. Tapi tanpa dia sadari, wajahnya memerah dengan sendirinya tanpa bisa dia kontrol. Dian yang melihatnya tidak bisa lagi membendung gelak tawanya. Seketika itu tawanya mengisi ruangan sekaligus menyadarkan Uswa bahwa pipinya memanas. 'Pasti merah' pikir Uswa sembari memegang pipinya dan menunduk lagi.
"Aku bilang jangan nunduk ya jangan nunduk Uswa," ucap Dian setelah dia selesai dengan tawanya.
"Kamu yang membuatku menunduk," balas Uswa.
Dian hanya menaikkan alisnya sambil berkata, "Apa salahku?"
"Mungkin karena kamu cowok. Kan cewek selalu benar," jawab Uswa sambil tertawa kecil.
Dian hanya tersenyum melihatnya.
Tak lama kemudian dokter datang bersama seorang perawat untuk memeriksa keadaan Dian.
"Keadaannya baik. Jika dilihat dari interaksinya juga cukup bagus. Sistem sarafnya perlahan sudah bekerja secara normal. Tinggal menunggu masa pemulihannya," jelas dokter.
"Kira-kira berapa lama dok masa pemulihannya?" tanya Uswa.
"Seminggu sudah lebih dari cukup jika keadaannya tetap stabil," jawab dokter tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diamku
RomansPerbedaan selalu ada meski dengan manusia sempurna sekalipun. Ya meskipun manusia enggak ada yang sempurna. Lantas apakah memaksakan perbedaan itu benar? Tapi memang perbedaan ada bukan untuk menjadi alasan perpisahan bukan? Tapi bagaimana jika perb...