Setelah selesai berkumpul, Dian tak langsung pulang. Dia berkeliling Surabaya untuk memanfaatkan waktu liburnya. Sekalian menuju jembatan baru Kenjeran untuk melihat senja menjelang malam. Dian tidak hanya suka senja, dia suka alam. Oleh sebab itu pekerjaan sebagai abdi negara menjadi salah satu hal yang bisa menunjukkan betapa cintanya dia terhadap alam. Menjaga dan menjelajahi alam.
Senja mengajarkan banyak hal, tentang hal yang memang semuanya tak bisa selamanya. Tentang hal yang indah tak bakal selamanya. Pun kesedihan juga tak selamanya. Bahkan saat awan mendung datang, sebenarnya senja itu tetap datang. Hanya saja tak terlihat. Pun dengan kesedihan, jika tak banyak-banyak bersyukur maka hanya melihat hal sedihnya. Tidak melihat hikmahnya. Bahwa awan gelap dan mendung juga akan lenyap.
Dian berkeliling sambil memikirkan tentang hal yang terjadi yang tidak diketahuinya tadi pagi. Dia masih bingung, tentang semuanya. Apakah memang benar dulu sudah dekat dengan Uswa. Lantas kalau memang sudah dekat kenapa harus berpisah dengan perempuan yang sepertinya baik. Berkeliling tak tentu arah. Ingin mendatangi suatu tempat namun sangat enggan karna suatu alasan. Mau ke jembatan baru Kenjeran tapi masih belum menjelang senja karena hari masih sore.
Dian pun akhirnya mampir ke tempat makan yang cukup ramai. Karena jika kamu tidak tahu tempat makan atau warung makan apa yang enak, lihat saja pembelinya. Jika pembelinya banyak, maka berarti makanannya enak. Dian duduk ditempat tengah pinggir tembok. Segera memesan. Sambil menunggu pesanan makanannya datang, Dian membuka handphone nya dan memberi kabar orang rumah kalau dia pulang malam. Membuat orang yang di sayangi khawatir itu tidak baik bukan?
Saat sedang memainkan hp, Dian merasa ada yang menatapnya sejak tadi. Dia lantas langsung menghadap ke depan dan menemukan seorang cewek sedang menatapnya. Cewek tersebut langsung mengalihkan matanya ketika beberapa detik mereka saling menatap. Bukan tatapan suka atau semacamnya, lebih seperti tatapan menilai atau memastikan seseorang.
Saat perlahan mulai melupakan kejadian tersebut, instingnya mulai bekerja lagi. Ada yang menatapnya lagi. Dia langsung mengalihkan hpnya dan bersiap-siap akan menganalisis orang yang terus-terusan menatapnya. Namun selain dari cewek yang melihatnya terus menerus, Dian sepertinya mengenal punggung yang ada di depan cewek tersebut.
Ternyata ...
...
Uswa dan Lisa segera duduk di tempat makan yang telah disediakan. Mereka segera memesan makanan dan sambil menunggu pesanan datang mereka bercerita.
"Bagaimana kuliah di jogja?" Tanya lisa.
"Ya gapapa. Gitu-gitu aja." Jawab Uswa.
"Gaada cowok yang mendekat?" Tanya Lisa.
"Kesana itu niat kuliah sekalian kalau bisa langsung dapat kerjaan. Bukan cari jodoh." Jawab Uswa.
"Yakali kan sambil menyelam minum air. Sambil kuliah dan cari kerja bisa disambi cari jodoh." Jawab Lisa.
"Menyelamnya itu kuliah. Minum airnya itu cari kerjaan. Jadi tidak boleh ditambah-tambahi. Nurut sama pepatah." Jawab Uswa.
"Nurut sama pepatah atau kamu yang belum bisa move on?" Goda Lisa.
Uswa diam. Dia juga berpikir. Apakah memang selama ini dia masih belum bisa move on? Atau memang tidak ada yang menarik selama ini? Sadar Lisa salah mengucap dia pun meminta maaf.
"Maaf Us, ga bermaksud." Ucap Lisa.
"Sans. Kabar Iqbal gimana emangnya? Gaketemu sama sekali di Surabaya?" Tanya Uswa.
"Gatau lah. Kan yang suka Iqbal kamu bukan aku. Kalau kamu tanya soal Lino baru nanya ke aku." Jawab Lisa.
"Yakali kan kamu ketemu secara gak sengaja. Kan kalian satu kota." Jelas Uswa.
"Surabaya luas euy." Ucap Lisa.
"Emang Lino gimana?" Tanya Uswa.
"Gatau." Jawab Lisa.
"Katanya kalau tanya Lino itu ke kamu. Giliran aku tanya Lino ke kamu, kamunya malah gatau." Ucap Uswa.
Mereka tak melanjutkan perbincangan mereka, karenan pesanan mereka sudah sampai. Uswa segera melahap makanannya karena belum makan. Apalagi tadi saat di sekolah SMP-nya dia tidak jadi makan bakso dan tenaganya habis berpikir tentang banyak hal ditambah kedatangan teman-temannya Dian yang membuatnya grogi.
Uswa melihat Lisa sedang makan sambil pandangannya ke depan fokus terhadap satu titik. Dia ingin mengikuti tatapan Lisa, tapi karena rasa laparnya dia sedikit tidak peduli. Seakaan seperti ketahuan menatap Lisa langsung menunduk. Selang berberapa menit dia menunduk, Lisa kembali menatap objeknya. Dan menunduk lagi. Tiba-tiba tersedak.
"Pelan-pelan mangkanya." Ucap Uswa.
"Uhuk.. uhuk.. Air air." Kata Lisa sambil memukul dadanya untuk mengurangi rasa tersedaknya.
"Nih. Lagian liat apa sih sampai fokus amat kek gitu. Kayak lagi liat orang masalalu aja." Ucap Uswa.
"Kayaknya aku bisa jawab pertanyaanmu deh." Kata Lisa setelah dia meminum minumannya untuk meredakan tersedaknya.
"Pertanyaan yang mana?" Tanya Uswa sambil berpikir pertanyaan-pertanyaan yang dia sempat dilontarkan kepada Lisa.
"Soal Iqbal. Liat deh kebelakang, itu Iqbal bukan kan?" Tanya Lisa sambil menunjuk ke objek yang dari tadi dia amati.
Uswa diam, masih diam. Dia takut untuk menoleh ke belakang. Namun apadaya hatinya lebih menang dan memilih untuk menoleh ke belakang.
Tatapan mereka bertemu. Terkejut, senang, sedih campur aduk kek es campur. Eh engga-engga canda.
Hanya soal waktu semua akan terungkap
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diamku
RomancePerbedaan selalu ada meski dengan manusia sempurna sekalipun. Ya meskipun manusia enggak ada yang sempurna. Lantas apakah memaksakan perbedaan itu benar? Tapi memang perbedaan ada bukan untuk menjadi alasan perpisahan bukan? Tapi bagaimana jika perb...