Happy reading...
Uswa ingin merasakan lebih banyak lagi. Dia berusaha lebih lagi untuk mendatangkan perasaan-perasaan lain yang sangat dia rindukan. Dia menggenggam lebih kuat lagi genggamannya. Hingga secara tiba-tiba di tengah usaha konsentrasinya, ada sesuatu yang tidak beres.
Uswa memutuskan segara membuka matanya. Dia menoleh ke sebalhnya. Terlihat Iqbal sudah jatuh duduk berjongkok dan menelungkupkan kepalanya. Namun tetap berusaha menggenggam tangan Uswa.
Uswa panik melihatnya. Dia berusaha menggoyang-goyangkan tubuh Iqbal takut terjadi sesuatu kepada dirinya. Terlebih, dia tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa jika terjadi sesuatu.
"Aku enggak apa-apa, Uswa. Cuman kelelahan. Behenti dulu ya nostalgianya, istirahat," jelas Iqbal. Mungkin dia sempat pingsan tapi kembali sadar karena ada sesuatu yang menggoyang tubuhnya.
"Kamu aja, aku enggak," tolak Uswa sembari akan berdiri.
Iqbal segera menarik tangan Uswa yang masih bertaut dengan tangannya.
"Kamu enggak bakal bisa kalau enggak sama aku. Istirahat dulu ya," pinta Iqbal.
Uswa hanya menghela napasnya dan menuruti kata Iqbal dengan duduk di sebelahnya Iqbal.
Pemandangan di depannya hanya sekedar padang rumput yang luas. Termasuk bayangannya tadi yang saat pertama kali menginjakkan kakinya di tempat dia duduk juga termasuk ilusi yang dibuat Iqbal agar Uswa merasa senang.
"Sampai kapan Iqbal?" tanya Uswa.
Iqbal hanya mendongakkan keplanya sebagai bentuk meminta penjelasan lebih dari pertanyaan Uswa.
"Sampai kapan istirahatnya?" tanya Uswa.
"Memangnya kenapa?" tanya balik Iqbal.
"Aku mau lagi," jawab Uswa.
"Mau apa, hm?" tanya Iqbal sambil mengulurkan tangannya menujur kepala Uswa.
Dia mengusap pelan kepala Uswa sambil sesekali memperbaiki rambut Uswa yang tertiup angin.
Uswa hanya diam dengan perlakuan Iqbal. Efeknya memang tidak banyak jika dilihat dari mata. Tapi jantungnya seakan mau keluar dari tempatnya.
"Em, itu. Aku mau lagi yang tadi," ucap Uswa sambil gagap.
Iqbal menghembuskan napasnya. Dia menghentikan usapan pada rambutnya lalu beralih pada pipinya.
"Mau banget?" tanya Iqbal.
Uswa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Iqbal menjauhkan tangannya. Lalu menatap matanya Uswa dalam-dalam.
Dia mencari jawaban kenapa Uswa ingin sekali melihat dan merasakan kembali masa itu. Bukankan itu akan membuat dirinya sakit? Memutar masa lalu tidak akan mengubah kenyataan bahwa itu tetap saja masa lalu. Apalagi itu hanya semu.
Tapi Iqbal hanya menemukan satu kata dari mata yang dia telusuri.
'Kenapa kamu ingin banget, Uswa," tanya Iqbal dalam pikirannya.
"Aku kangen, Bal," ucap Uswa tiba-tiba seakan dia mengerti bahwa Iqbal menanyainya.
Iqbal memalingkan wajahnya, "Tetap saja. Itu bukan hal yang baik untuk diputar lagi."
"Kenapa enggak baik?" tanya Uswa heran.
"Tadi kamu yang mengajakku kesini. Harusnya kalau memang enggak baik, kamu enggak ngajak aku ke sini. Enggak bikin aku mulai buat nostalgia sama yang dulu," lanjutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diamku
RomantikPerbedaan selalu ada meski dengan manusia sempurna sekalipun. Ya meskipun manusia enggak ada yang sempurna. Lantas apakah memaksakan perbedaan itu benar? Tapi memang perbedaan ada bukan untuk menjadi alasan perpisahan bukan? Tapi bagaimana jika perb...