Keesokan harinya, Uswa langsung bersiap-siap untuk mendatangi tempat kerjanya lebih awal yaitu pagi hari. Padahal sekarang seharusnya waktunya dia shift sore. Sedangkan kuliahnya, dia absen. Karena memang ingin menjenguk teman lamanya itu.
'Apakah Iqbal mengikuti perintahku semalam?' pikir Uswa.
Uswa bersiap-siap menggunakan pakaian dia dimana bisa 2in1 untuk dia bisa bekerja dan pantas menjenguk Dian. Tak lupa dia membawa jas kebanggaannya.
Perjalanan dari tempat tinggalnya ke rumah sakit berjalan dengan lancar dan damai. Mungkin karena ini masih terlalu pagi. Tidak seperti kemarin. Uswa kembali bergedik ngeri saat mengingat hari kemarin.
Sesampainya di rumah sakit, Uswa segera menuju kamar Dian. Saat membuka pintunya dan menyediakan senyum termanisnya, Uswa tidak menemukan objek yang ditunggu untuk melihat dari semalam.
'Kemana dia?' pikir Uswa.
Uswa menngecek kamar mandi tapi nihil. Benar-benar nihil. Bahkan kamar tersebut terbilang sangat rapi untuk kondisi kamar yang sedang dihuni oleh pasien.
Saat Uswa menoleh ke kanan dan ke kiri seperti orang yang sedang kebingungan. Tiba-tiba datang pasien baru yang akan menempati ruang inap tersebut. Uswa semakin bingung. Mengingat jika pasien itu menempati tempat tidur Dian. Hingga akhirnya salah satu perawat menanyakan keberadaan Uswa disini sedang apa. Uswa menanyakan pasien atas nama Iqbal Dian Ramadhan kemana karena ruang inap diisi oleh pasien lain. Perawat itu menjelaskan bahwa Pasien Iqbal sudah dipindahkan semalam jam 3 pagi ke rumah sakit lainnya.
Uswa yang mendengarnya terkejut. Mengucapkan terima kasih kepada perawat lalu berjalan pergi. Berjalan tanpa arah dengan keadaan melamun.
'Pergi? Ke rumah sakit mana? Tanpa pamit? Iqbal yang aku kenal enggak gitu. Padahal dulu dia selalu pamit jika pergi,' pikir Uswa.
Uswa menuju di kantin rumah sakit untuk duduk-duduk dan melihat orang-orang lalu lalang. Tentu saja sambil melamun. Raganya menetap tapi pikirannya entah kemana mencari seseorang yang sudah dia cari selama 5 tahun lebih yang lalu. Uswa terus berpikir dan mencari kesalahan apa yang telah dia lakukan hingga Dian memilih pergi meninggalkannya bahkan tanpa pamit sekalipun.
Dokter yang kemarin merawat Dian pun selintas melihat Uswa yang sedang murung. Lantas berbalik arah menuju Uswa. Kebetulan rumah sakit masih terlalu pagi untuk menerima pasien baru sehingga tidak akan ada pasien yang menunggu di ruangannya. Langkahya sebenarnya ingin menuju ruangan dia bekerja. Namun dia tunda ketika melihat Uswa murung.
"Selamat pagi. Boleh saya duduk disini?" tanya dokter tersebut dengan sopan.
"Oh silahkan dok," jawab Uswa sambil mempersilahkan dokter tersebut duduk.
"Pagi ini cerah sepertinya. Semoga tidak banyak pasien yang datang," ucap dokter basa-basi.
"Iya semoga," balas Uswa seadanya.
"Tapi tidak pemandangan disamping saya ini. Ada apa Us?" tanya dokter tersebut.
"Tidak apa-apa dok. Saya hanya duduk-duduk disini," jawab Uswa.
"Dasar perempuan. Dari zaman ayah saya masih muda sampai saya hidup sekarang, jurus andalan perempuan adalah 'tidak apa-apa'. Apakah tidak ada perkataan lain?" tanya dokter tersebut berniat untuk menghangatkan suasana.
"Hahaha dokter bisa saja. Saya memang tidak apa-apa," jawab Uswa.
"'Tidak apa-apa'-nya perempuan bermakna banyak. Namun salah satu yang mendominasi adalah memang beneran tidak ada apa-apa atau ada apa-apa cuman tidak mau membahasnya. Sepertinya kamu adalah opsi kedua," jelas dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diamku
RomancePerbedaan selalu ada meski dengan manusia sempurna sekalipun. Ya meskipun manusia enggak ada yang sempurna. Lantas apakah memaksakan perbedaan itu benar? Tapi memang perbedaan ada bukan untuk menjadi alasan perpisahan bukan? Tapi bagaimana jika perb...