#57

412 14 1
                                    

Perlahan matanya membuka dengan sangat berat. Cahaya terang dari lampu menyilaukan matanya yang sudah lama tidak menerima cahaya. Perlaha tapi pasti, matanya mulai sedikit teerbiasa dengan cahaya sekitar. Pusing yang sangat berat juga masih dirasakannya. Terilhat alat medis menempel di tubuhnya sangat banyak. Mereka lah yang menopang hidupnya selama ini.

Bibirnya kelu untuk memanggil orang sekitar yang menungguinya. Mungkin karena sudah terlalu lama dia tidak menggunakan anggota tubuhnya dalam waktu yang cukup lama. Di tambah alat oksigen yang cukup besar untuk membantu pernapasannya. Terlihat dari jendela bahwa keadaan masih malam. Suara yang di tangkap dari telinganya sangat sunyi, maka bisa dipastikan kalau ini sudah dini hari.

Dia hanya bisa menatap atap kamarnya. Banyak pertanyaan yang sedang ada di pikirannya sekarang. Kenapa bisa dia sampai disini, apa yang terjadi selama dia berbaring disini tidak sadarkan diri, bagaimana keadaan teman-temannya, bagaimana pekerjaan dan kuliahnya, bagaimana orang tuanya. 

Karena semakin banyak yang dia pikirkan menyebabkan semakin pusing kepalanya memikirkan semuanya. Dia pun kembali tertidur tanpa ada satu pun yang tahu bahwa sebenarnya dirinya sudah sadar.


***


Pagi pun datang. Satu per satu manusia mulai melakukan rutinitas aktifitasnya karena sekarang masih hari weekdays. Uswa sadar ingin membuka matanya. Tapi dia masih cukup malas meski hanya untuk membuka matanya. 

Ketika dia membuka matanya, dia mendengar percakapan peralihan tugas untuk menjaganya. 

"Titip Uswa ya, nak. Nanti sore kami kesini lagi," ucap ibunya Uswa.

"Iya, Ibu. Tidak masalah. Uswa aman bersama saya," ucap lawan bicara ibunya.

 Uswa hanya bisa berdoa bahwa dia akan segera sembuh supaya tidak perlu merepotkan orang-orang sekitarnya.

Ibunya pun pergi meninggalkan Uswa dengan Dian. Suasana menjadi canggung. Selain Uswa tidak akan mengingat Dian, Dian juga bingung harus memulai perbincangan dari mana. Ditambah lagi, bagaimana cara memulai perbincangan dengan sengaja. Sedangkan dulu dia berincang dengan Uswa secara tidak sengaja.

"Hai," ucap Dian setelah memikirkan banyak kata yang cocok untuk membuka sebuah obrolan.

Uswa meresponnya hanya dengan senyuman. Dia tidak mengenalinya.

"Sudah bangun?" tanya Dian setelah mendapat respon yang seperti itu dari Uswa, tidak ada suara.

Uswa menatapnya sejenak. 'Siapa orang ini. Bagaimana bisa ibunya mempercayakan dirinya pada orang asing. Kenapa orang ini sok akrab sekali dengan dirinya. Bukankah sebelum menanyakan kabar dirinya lebih baik memperkenalkan dirinya terlebih dahulu,' begitulah sederet kalimat yang ada dipikiran Uswa saat ini. 

Tapi tetap saja, pemandangan suasa mereka saat ini sangatlah canggung. Dengan Uswa yang selalu bertanya-tanya di pikirannya sendiri sambil menatap Dian. Itu bukanlah pemandangan yang menyenangkan. Ditambah dengan matanya Uswa yang tajam dan makin tajam jika dia melihat sambil berpikir. Bahkan Dian sendiri jadi sedikit khawatir bahwa ada yang salah dari ucapannya.

"Hm, baik," ucap Uswa setelah terdiam sedikit lama.

Dian yang masih mendapatkan respon dingin dari Uswa hanya bisa diam mematung di tempatnya. Berbeda jauh dengan nada dan volume suara dari komandanny, tapi cukup untuk membuatnya sedikit menciut meski Uswa jauh sekali tidak seperti komandannya.

Uswa hanya diam saja setelah menjawab pertanyaan dari Dian yang menurutnya tidak penting dan terdengar aneh. Dirinya tidak mengenalinya dan tiba-tiba menanyakan kabarnya. Itu aneh, bukan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dalam DiamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang