Happy reading...
"Lalu, sudah kamu tanyakan salib siapa yang ada di depan pintu?" tanya Nabila.
"Emang perlu? Bukannya harusnya itu enggak perlu di pertanyakan lagi? Jelas-jelas itu rumahnya Iqbal. Ibu-ibu yang ada di dalam rumahnya saja dia sebut 'Ibu'. Kan aneh kalau aku masih saja tanya 'Iqbal, salib di depan rumahmu itu punya siapa?'. Kan enggak banget Bil," jelas Uswa.
"Hm, benar juga," ucap Nabila.
"Tapi kan Us, dulukan Iqbal seagama sama kita? Bagaimana bisa ada salib di depan rumahnya?" tanya Nabila.
"Mana ku tahu. Pindah agama mungkin," jawab Uswa.
"Atau jangan-jangan, dia kembarannya Iqbal?" duga Nabila.
"Yeuh, enggak masuk akal banget ih, Bil. Aneh kamu," respon Uswa sambil melempar tisu bekas mulutnya itu.
"Yakan mungkin saja, Uswa. Kamunya aja yang enggak tahu," balas Nabila.
"Dih, aku tahu ya keluarga inti Iqbal. Iqbal punya adik 2 perempuan semua. Harusnya kalau dia punya saudara kembar, berarti dia 4 bersaudara," jelas Uswa.
"Lanjut,"
"Iqbal punya ayah sama ibu. Dia lebih dekat dengan ibunya," lanjut Uswa.
"Ya jangan sampai enggak punya bapak, ibu. Seperti Nabi Adam dong," ucap Nabila pelan sambil mendengarkan Uswa menyebut silsilah keluarga mempelai pria.
...
"Udah nyebutin silsilahnya?" tanya Nabila setelah melihat Uswa berhenti bicara.
"Udah, hehe," jawab Uswa.
"Kamu memang tahu segalanya Us. Lebih dari yang aku duga malah. Tapi siapa yang tahu ada sesuatu yang tidak kamu lihat? Rahasia kecil misalnya?" tanya Nabila.
Uswa diam, mematung.
"Kalau kamu lupa, kamu memang mengistiewakan banget Iqbalmu itu. Tapi kamu enggak pernah jadi yang teristimewa buat Iqbal. Meskipun pernah, itu cuman sebentar. Dan waktu sebentarmu itu enggak cukup buat nguak semua informasi tentang dia," lanjut Nabila.
"Jangan pernah merasa tahu pada apa-apa yang cuman kamu lihat dan kamu dengar. Bahkan sepertinya kamu belum masuk di keluarga mereka, bukan?" tanya Nabila memastikan.
Uswa hanya diam.
Bukan, bukan karena dia bingung mau menjawab apa. Tapi karena dia memang tidak punya kalimat untuk menjawabnya.
Nabila benar, dirinya hanya bagian dari masa lalunya yang masih mengingat dirinya. Sementara dirinya? Tidak.
Melihat temannya merenung, Nabila berniat untuk pamit pulang.
"Eum, Us, aku pulang dulu ya," pamit Nabila.
"Hm," ucap Uswa mengizinkan.
Mereka berdua pun menuju pintu untuk keluar rumah. Nabila yang akan pulang. Lalu Uswa yang akan mengantarkan Nabila sampai depan rumah.
"Sampai jumpa kembali," ucap Uswa sambil melambaikan tangan.
"Hm, semoga menemui titik terang," balas Nabila melalui dalam mobilnya.
Uswa menatap nanar kepergian Nabila. Dia benar, dirinya hanya mengenal Iqbal sebagai masa lalunya. Sedang sekarang adalah masa sekarang.
Hari kemarin berbeda dengan hari ini. Dan hari esok pasti berbeda dengan hari ini. Apalagi yang bertahun-tahun?
Dia lelah, butuh istirahat.
***
Uswa terbangun di sebuah tebing yang indah. Seperti hutan tapi tidak terlalu seram untuk disebut alam liar. 'Ini sungguh indah,' pikir Uswa.
![](https://img.wattpad.com/cover/166494516-288-k743931.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diamku
RomancePerbedaan selalu ada meski dengan manusia sempurna sekalipun. Ya meskipun manusia enggak ada yang sempurna. Lantas apakah memaksakan perbedaan itu benar? Tapi memang perbedaan ada bukan untuk menjadi alasan perpisahan bukan? Tapi bagaimana jika perb...