32 - Sahabat Lama

489 97 19
                                    

"Ahhh, sayang sekali kita sudah harus pulang dari tempat sebagus ini. Jarang-jarang kan bisa kemari. Atau, yah-- bahkan memang hanya sekali ini, fyu~"

"Kita harus bekerja lebih giat untuk bisa mendapatkan kesempatan seperti ini lagi Jim." Sahut Hoseok. Mereka sedang sarapan bersama sebelum kembali pulang ke Seoul.

"Madda, ini semua takkann terjadi kalau tak ada nona Kim. Wah, kau memang benar-benar anugrah kwajangnim!" Jimin menatap So Hyun dengan mata berbinar.

"Ani-ya, kalian itu memang rajin, hasil kerja kalian juga sangat bagus. Akulah yang merasa sudah banyak terbantu selama sebulan ini. Gomawo. Hm?" So Hyun tersenyum menatap para staf.

"Memang, terkadang kita hanya butuh partner yang cocok untuk bisa menjadi yang terbaik." Timpal Hoseok, mendapat anggukkan dari beberapa orang disana.

"Kwajangnim, kau akan memperpanjang kontrakmu kan? Aku benar-benar tak rela kalau kau pergi, hm? Suasana dikantor lebih baik setelah kehadiran mu." Ucap seorang karyawan wanita,

"Soal itu-- aku belum terlalu yakin."

"Oh! Wae?" Tanya Hoseok

"Aku butuh izin seseorang, dia-- kurang setuju kalau aku bekerja sebenarnya." So Hyun tersenyum ragu, melihat beberapa orang disana yang mengguratkan ekspresi kecewa.

"Haruskah aku memohon padanya?" Ucap Yeonjun tiba-tiba,

"Ah, madda! Apa kita harus bikin petisi??" Timpal Hoseok heboh, mendapat kekehan dari sang manager.

"Ani-ya, aku akan coba membicarakan itu padanya, hm?"

Para karyawan yang mendukung hanya mengangguk-angguk, kembali melanjutkan kegiatan mereka,  menghabiskan sarapan.
.
.
.

Pukul 11 siang rombongan personalia kembali pulang menuju Seoul. Sampai kembali di pusat kota sibuk itu pukul 3 sore karena jalan yang sedikit padat. Yoongi sudah ada di depan lobi kantor sang adik beberapa menit yang lalu, menunggu wanita itu dengan sabar. Menyambutnya dengan pelukan hangat dan kecupan di pucuk kepala.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Yoongi,

'Tidak sebenarnya, terlebih saat melihatmu.' batin So Hyun sendu, hanya memilih mengangguk pada yang lebih tua.

"Kau pasti belum makan siang kan?"

"Hum.."

"Kalau begitu ayo kita makan dulu, hm?" Mendapat anggukkan senang dari yang lebih muda.

"Siapa dia?" Tanya Jimin pada kedua temannya, saat melihat So Hyun berpelukan dengan pria asing.

"Kakaknya." Sahut Yeonjun,

"Aahh.. Pantas sedikit mirip. Sama-sama manis" Tutur Jimin

"Kau benar-benar terbaik Park! Kau selalu bisa memuji orang dengan mulut plum mu itu, aku bangga padamu" Timpal Hoseok menepuk-nepuk pundak yang lebih muda,

"Yah, lebih baik mengeluarkan kata-kata yang enak di dengar ketimbang sebaliknya kan?" Pria ber eye smile itu terkekeh bangga.
.
.
.

Suasana pagi hari di kediaman Jeon Jungkook. Pria itu tebangun saat mendengar suara ribut dari kamar mandi. Itu Irene, sedang mengalami morning sick nya. Jungkook buru-buru menghampiri dan membantu sang istri.

'Apakah dulu kau juga semenderita ini, So? Apa ada yang menemanimu disaat kau seperti ini?' mendadak perasaan bersalah itu kembali memenuhi relung hati si pria.

"Sudah lebih baik?" Tanya Jungkook

"Hum, mian.. Aku membangunkanmu."

"Gwaenchana.." Jungkook membawa Irene berdiri, menyapu sekitar bibir sang istri dengan ibu jarinya yang sudah terlebih dulu di basahi air dari keran di wastafel. Irene senang, sangat senang. Momen inilah yang selama ini ditunggunya, mengalami morning sick saat hamil muda, dan diperhatikan oleh suami. Ditemani.

Betwēn (Between) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang