"Jes, lo tau nggak sih siapa yang bikin lukisan monokrom malaikat mawar di galeri?" tanya Vanta ketika ia dan Jessi menuju kantin siang itu.
Jessi mengernyit bingung. "Nggak, nggak tau. Gue malah nggak tau kalo di galeri ada lukisan kayak gitu,"
"Elo kan kuliah di sini lebih lama dari gue, masa nggak tau?"
"Gue aja ke galeri baru-baru ini doang, pas sama lo. Sebelumnya mana pernah gue masuk sana."
"Ah, masa nggak tau sih?" Vanta berdecak.
"Memang ada apa?"
"Bagus aja, jadi penasaran."
"Yee... kuda..." Jessi menyiku lengan Vanta. "Eh, by the way, lo kemaren gimana di rumah Alvin?"
Dengan diawali tarikan napas panjang, Vanta memulai ceritanya. Mulai dari ia sadar kemarin malam, sampai ketika tadi pagi Alvin mengantarnya pulang dan untungnya Mama Vanta sudah berangkat. Tapi tentu saja minus kejadian saat Alvin menarik tangan Vanta di kamarnya tadi pagi. Sungguh memalukan. Cewek di sebelahnya ini pasti akan terus meledeknya kalau tahu.
Jessi mengetuk-ngetuk dagunya dengan satu jari telunjuk. "Perhatian juga dia ya. Udah ganteng, tajir, berbakat, baik juga lagi." Lalu menaik-turunkan kedua alisnya menatap Vanta.
"Heh! Jangan mulai kayak cewek-cewek nggak jelas yang nge-fans sama dia deh! Elo nih, malah kagum sama bunglon kayak dia!" gerutu Vanta.
"Bukan gituuu. Itu juga karena cara dia nolong lo, makanya gue berani bilang begitu."
"Elo nggak inget, siapa yang gunting rambut gue? Hm?" Jeda sebentar, pertanyaan itu kemudian dijawab oleh Vanta sendiri dengan penekanan. "Dia!"
"Tapi emang lo nggak ngerasa kalo dia bakal... kibarin bendera putih?"
Untuk kesekian kali, Vanta menghela napas panjang. "Gue bingung. Kemarin gue juga mikir gitu sih, tapi liat aja nanti. Orangnya susah ditebak."
Mereka memasuki area kantin bersamaan. Dilihatnya Alvin sedang duduk mengobrol bersama teman-temannya di bangku tinggi seperti biasa, di singgasana sang raja. Ternyata cowok itu masih ada di kampus.
Dilihatnya Alvin menoleh ke arahnya dan Jessi. Mereka bertemu pandang sesaat. Sudut-sudut bibir lelaki itu mengembang, dia kemudian memanggil Vanta. Jessi dan Vanta cuma bisa saling pandang.
"Samperin nggak Jes?" bisiknya.
"Maana gue tau?" Jessi jadi ikut menjawab dengan berbisik. "Tapi coba samperin aja deh, tadi kalian juga adem ayem aja kan?"
Vanta mengikuti saran temannya, ia berjalan menghampiri cowok itu diiringi Jessi.
"Kenapa?" tanya Vanta pada Alvin ketika sudah berada di hadapannya.
"Gue mau ngajak damai. Sebagai bukti pernyataan damai gue, gue mau ngajak lo duduk bareng di sini." Tatapan Alvin beralih pada gadis berambut ash brown di sebelah Vanta. "Temen lo juga boleh ikut."
Lagi-lagi Vanta dan Jessi saling pandang. Bingung.
"Nggak percaya? Kalo perlu gue umumin deh pernyataan damai dari gue di sini."
Teman-teman cowok itu tidak ada yang tertawa, mereka terlihat welcome. Vanta jadi berpikir keras, apa cowok itu serius mau ngajak damai?
Untuk membuktikan kata-katanya, Alvin beranjak dari bangkunya. Ia berdiri berhadapan dengan Vanta. Disapukannya pandangan ke sekitar kantin.
"Semuanya..." Alvin menepukkan tangannya meminta perhatian dari penghuni kantin. "Kalian pasti udah banyak yang tau 'kan siapa cewek di depan gue ini?" Secara serempak, banyak mahasiswa yang refleks mengangguk dan menyahut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]
RomanceSemula Vanta tidak tahu, kalau satu perlawanannya bakal menjadi masalah serius. Siapa sangka, cowok yang ditantangnya─Alvin─ternyata adalah penguasa kampus! Jadilah mereka musuh bebuyutan. Di mana ada Alvin, itulah saat paling buruk untuk Vanta. Ner...