#21 Rest in Love

22.9K 1.1K 269
                                    

Hampir saja siang ini Vanta makan sendirian di kantin tanpa Jessi. Kalau bukan karena ulah dosen yang suka berceramah, dia tidak akan terlambat keluar kelas. Siapa lagi kalau bukan Pak Anton. Untungnya dia selalu menyelesaikan tugas tepat waktu. Jadi tidak masuk dalam daftar hitam dosen tersebut.

"Eh iya Jes, dulu kayaknya pas awal-awal lo pernah cerita tentang cowok yang lo suka deh. Kok belakangan udah nggak pernah sih? Sampe sekarang gue nggak tau siapa cowok itu."

Jessi tersentak. Ia langsung mengalihkan pandangan ke arah lain. "Itu... Gue udah jarang liat orangnya. Jadi nggak ada pembahasan menarik lagi."

"Masa sih? Kating kan? Beneran lo, bukan Alvin?" Vanta mengeluarkan tampang meledeknya.

Jessi sudah malas membahasnya. Dan secara kebetulan, salah seorang teman sekelas Vanta menghampiri mereka. Membuat Jessi bersorak dalam hati.

"Ta, lo dipanggil dosen tuh," sapa seorang cowok.

"Siapa, Hen?"

"Pak Anton." Cowok itu adalah Hendri.

Alis Vanta berkerut. "Kenapa emang?"

"Ngga tau deh. Coba aja temuin dulu."

"Oke." Vanta melirik Jessi kemudian pamit kepada gadis itu. "Jes, gue menjalankan tugas negara dulu ya."

"Iya, Bu Negara." Jessi terkekeh, memberikan senyum termanisnya pada Vanta dan Hendri.

Setelah berpamitan ke Jessi, Vanta mengikuti langkah Hendri keluar dari kantin. Mereka berjalan ke arah parkiran.

"Pak Antonnya di mana Hen?" tanya Vanta ketika mereka sudah berada di tengah area parkir.

"Dia mau pulang. Lo jalan ke situ aja." Hendri menunjuk ke sebelah kanan, di dekat sebuah mobil putih.

"Oh, oke."

Setelah lelaki itu meninggalkannya di parkiran, Vanta berjalan ke arah yang ditunjuk temannya. Matanya menangkap sosok seseorang yang sedang bersandar di sisi mobil, namun yang dilihatnya bukan Pak Anton.

Cowok yang dilihatnya balas menatap dan menegakkan badannya, kemudian Vanta membalikkan badan hendak berjalan menyusuri jejaknya semula. Sebelum ia sempat meneruskan langkahnya, cowok itu mencekal sebelah pergelangan tangannya.

"Van," panggil cowok itu.

"Apaan sih? Lo mau nyari ribut lagi? Minggir!"

Tapi cengkraman Alvin pada tangannya semakin kuat. Dilanjutkan kalimatnya. "Ikut gue." Dengan suara datar.

"Ogah! Apaan sih lo? Mau nyulik gue? Mau nge-bully gue lagi?!" Tuduh Vanta asal sambil berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Alvin.

"Masuk, please." Alvin membuka pintu mobilnya dan mendorong Vanta agar gadis keras kepala itu masuk ke dalam.

Vanta tidak bisa melakukan perlawanan karena genggaman cowok itu begitu kuat. Dengan terpaksa ia masuk ke mobil, duduk di kursi penumpang depan. Disusul Alvin yang tidak lama kemudian mengambil tempat di balik kemudi.

Dia hanya cemberut ketika Alvin mulai menyalakan mesin mobilnya dan memakai sabuk pengaman. Takut kalau-kalau cowok di sebelahnya ini mau menyerangnya, ia membuka jendela mobil supaya bisa menjerit sebelum ia menjadi daging fillet. Atau seperti kasus yang lagi tren di berita. Kasus pelecehan. Hiiiii... Memikirkannya saja sudah membuat Vanta bergidik.

Dan satu lagi yang membuat dia bertanya-tanya, kenapa cowok ini tiba-tiba mengganti mobilnya dengan mobil yang berbeda? Ukuran jelas berbeda. Mobil putih ini berbadan besar ketimbang mobil merah terang yang biasa dikendarainya. Tapi dilihat dari sisi mana pun, mobil ini sama-sama berkesan mewah.

LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang