#39 - Move Forward

2.3K 265 4
                                    

Selamat hari Minggu!! :D

===================

Kunci motor yang ada di tangannya diputar-putar. Dengan wajah sumringah ia masuk ke rumah. Masih tidak bisa menghapus ekspresi lucu Vanta dari ingatan saat dia menyatakannya.

"Bentar, bentar. Bukannya lo alergi cewek? Bukannya lo maho?" Gadis itu ternganga sebentar sebelum mulut luwesnya bertanya.

Astaga! Dari mana cewek itu mendengar rumor?

Bukan marah, tawa Alvin nyaris menyemprot keluar. Bisa-bisanya Vanta mengucapkan pertanyaan konyol dengan wajah polos begitu tadi.

"E-eh kalo gitu apa karena gue cewek, tapi lo nggak anggep gue cewek, makanya lo pilih gue? Ini sejenis bala bantuan buat menutup aib bukan sih?" tanya Vanta lagi di tengah derasnya hujan.

"Apa sih, Van? Kok lo berspekulasi begitu? Terus apaan lagi, maho? Lo kebanyakan dengerin gosip pasti nih!" Alvin sempat tersinggung. Dia juga cowok normal, kok.

Ternyata ada manfaatnya juga dia repot-repot mengendarai motor. Sebetulnya dia tidak terlalu suka karena harus bawa-bawa helm. Selain itu Vanta juga duduk di belakangnya, dia jadi tidak bisa mengamati ekspresi gadis itu. Mereka jadi sulit mengobrol. Tapi berkat itu malah membawa mereka terjebak di bawah hujan dan akhirnya menegaskan apa yang harus dipertegas. Walaupun ujung-ujungnya pengakuan itu jadi tidak digubris karena topik 'maho'.

Senyum tak kunjung lepas dari wajahnya. Meski dingin kebasahan, baginya terasa sejuk dan melegakan. Dia terus melangkah sampai sebuah suara menghentikannya.

"Kamu kehujanan?"

Seketika garis bibirnya bergerak turun. Alvin menoleh singkat tanpa menjawab.

"Sepertinya kamu lagi senang," tebak Raffael, sang ayah.

Jeda sedetik sampai Alvin menjawab, "Mungkin."

"Nanti malam... apa kamu makan di rumah?"

Pertanyaan yang seharusnya membuat Alvin mengabaikannya mentah-mentah. Namun kali ini, terdengar biasa di telinga. Semua karena perasaannya yang sedang dihinggapi kupu-kupu.

"Ya."

"Oke, kalo gitu... kamu bersih-bersih dulu aja habis kehujanan."

Sementara Alvin melanjutkan langkah ke kamar, pria paruh baya itu melengkungkan seulas senyum. Tidak ada yang lebih membahagiakan daripada berbicara dengan anak semata wayangnya yang sudah lama membisu hanya di depannya.

***

Tak ada bunga, tak ada candle light dinner, tak ada kejutan manis atau hadiah. Hanya dirinya yang menyatakan perasaan di selasar ruko tak berpenghuni, di bawah derasnya guyuran hujan yang jatuh ke bumi.

Tidak romantis?

Ingat, Alvin tidak pernah punya pacar. Dia juga belum pernah jatuh cinta. Dia hanya melakukan sesuai instingnya.

Tetapi bagi Vanta, dampak dari pernyataan spontan itu sangat luar biasa. Buktinya bisa menimbulkan efek samping seperti jantung bertalu-talu, sesak napas selama dua detik, aliran darah tidak stabil, kebingungan, dan gangguan tidur. Padahal Alvin bukan sejenis obat keras. Jadi, siapa bilang dia tidak menggubrisnya?

Salah.

Semalaman dia malah tidak bisa tidur. Matanya sulit terpejam. Masih merasa apa yang dialaminya kemarin sore seperti mimpi. Atau jangan-jangan dia memang hanya bermimpi? Mimpi Alvin menembaknya?

Vanta langsung histeris sendiri di kamar. Menggigit bibir bawahnya untuk mencegah senyum tak putus-putus yang akan keluar begitu saja jika dia tidak sadar. Kemudian menutup wajah dengan kedua tangan sambil geleng-geleng kepala di depan meja riasnya. Entah kenapa merasa malu. Saat itulah suara klakson mobil dua kali membuyarkan fantasinya. Vanta tergesa keluar sampai hampir melupakan ranselnya.

LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang