Menjauh dan menghindar adalah hal yang sungguh-sungguh dilakukan Vanta. Bahkan setiap kali melihat batang hidung salah satu teman Alvin dari jauh, dia langsung balik kanan angkat kaki ala paskibra. Vanta terus berada di kelas sampai ruangan digunakan mahasiswa kelas lain. Gadis itu juga menghindari pergi ke tangga, kantin, dan galeri. Apa dia harus menyelundup ke kelas Jessi? Sebenarnya dia kenapa sampai seperti ini sih?
Dikeluarkan ponselnya dari dalam tas. Mengernyit sekilas saat menemukan panggilan tak terjawab dari nomor tidak dikenal. Paling-paling sales yang ingin mempromosikan sesuatu. Biasanya juga begitu, kan.
Teringat tujuannya, ia buru-buru mengetik pesan singkat.
Vanta: Jes, gue bisa numpang nyusup ke kelas lo nggak?
Jessi: Jangan. Dosen killer, didamprat lo ntar.
Gadis berambut pendek itu menghela napas. Mana masih banyak sisa waktu sampai kelas berikutnya. Tidak mungkin pulang karena sudah beberapa kali absen. Kalau saja masih banyak sisa absennya, dia mungkin akan meminjam catatan *Ranetha, satu-satunya mahasiswi di kelas yang rajin mencatat. Padahal di kelas, anak itu berkawan dengan cewek-cewek gaul yang hobi berpesta. Nggak nyangka serajin itu.
(*Ranetha; baca 'Bukan Simpanan CEO')
"Lo ngapain ngendap-ngendap di sini kayak tikus?"
Hampir saja salto ke belakang, Vanta menengok ke sumber suara. Salah satu teman Alvin yang paling terlihat normal berdiri di belakangnya.
"Petak umpet," jawab Vanta asal.
Sepasang alis Toto menyatu, tapi tidak terlalu menggubrisnya. "Oh." Hanya sekata dia membalas, kemudian hendak berlalu meninggalkan Vanta.
Tapi kakinya berhenti menapak ketika mendadak Vanta memanggilnya.
"Umm, lo mau ke mana, To?"
Ada yang terasa menggelitik dari kalimat Vanta. Baru pertama cewek itu memanggil namanya. Laki-laki itu pun berbalik, kembali menghampiri Vanta.
***
Untuk sementara sepertinya Vanta aman. Tinggal bagaimana saat pulang nanti. Karena helmnya ada di motor cowok itu, tidak mungkin dia merepotkan orang dengan meninggalkan helmnya begitu saja.
Kalau kalian mau tahu di mana dia sekarang, Vanta ikut masuk kelas Toto karena mulut luwesnya lebih cepat bekerja di banding otak kecilnya.
"Gue bisa numpang kelas lo nggak?" tanya cewek itu ketika Toto bilang akan masuk kelas. "Gue mau ke kelas temen gue, tapi dosennya lagi nggak memungkinkan."
Toto menatap susunan ubin di lantai, tampak berpikir sebentar. Lalu kembali memandang lurus kepadanya sambil berkata, "Ikut gue."
Akhirnya, di sinilah Vanta berada. Duduk di sebelah Toto di barisan kedua dari belakang. Kenapa juga dia mengikuti orang yang tidak terlalu dikenalnya? Padahal biasa dia tidak pernah sok akrab begitu.
Para kating yang ada di kelas sempat melirik Vanta. Entah karena itu bukan tempatnya, atau karena dia sudah terkenal di kalangan anak jurusan DKV. Masa bodoh, yang penting dia nggak ketemu Alvin sampai pulang nanti.
Vanta mulai membuka tas dan melanjutkan tugas. Dosen yang mengajar juga tampak santai. Menjelaskan selama beberapa menit, kemudian duduk di bangkunya meladeni diskusi dengan kating yang mempersiapkan makalah.
"Still life?" tanya Toto dari balik laptopnya, melirik Vanta yang sibuk mengarsir gambar roti, cawan, dan kawan-kawan.
Still life adalah gambar dari objek benda mati yang disusun dengan tampilan menarik. Biasanya berupa gambar buah-buahan, sayuran, makanan, dan minuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]
Roman d'amourSemula Vanta tidak tahu, kalau satu perlawanannya bakal menjadi masalah serius. Siapa sangka, cowok yang ditantangnya─Alvin─ternyata adalah penguasa kampus! Jadilah mereka musuh bebuyutan. Di mana ada Alvin, itulah saat paling buruk untuk Vanta. Ner...