#28 Vodka Beryls

2.7K 319 1
                                    

Butuh waktu lima belas menit untuk tiba di dekat lokasi yang Vanta kirimkan padanya. Alvin memelankan laju mobilnya, menatap sekeliling seraya menelepon Vanta. Memastikan di mana gadis itu berada sekarang.

"Lo di sebelah mana? Gue udah deket tempat yang lo share."

"Oh, gue udah liat lo. Sebentar gue ke situ."

Alvin turun dari mobil ketika matanya berhasil menangkap sosok Vanta di jalan yang gelap. Pandangannya lalu bertumpu pada lengan yang dipegangi erat-erat oleh perempuan yang menghampirinya.

"Sorry ya ngerepotin," ujar Vanta pelan.

"Astaga, lo kenapa?" Terbelalak kaget mendapati darah merembes pada lengan bajunya yang sobek.

Sebelum menuntun Vanta masuk ke mobil, Alvin menyalakan senter pada ponselnya. Memeriksa lengan Vanta yang terluka.

"Ayo masuk, nanti gue cari apotek dua puluh empat jam."

Gadis itu pun menurut.

Alvin melepas kemeja dan kausnya, menggunakan kaus untuk menghentikan pendarahan di lengan Vanta. "Hadap sini."

Selesai mengikat ia bertanya, "Lo kenapa bisa luka begini?"

"Ah, itu ..." Agak malu melihat Alvin bertelanjang dada, Vanta membuang muka. Kemudian diceritakannya apa yang terjadi saat dia menolong perempuan yang diganggu tadi.

"Harusnya nggak usah ditolong orang kayak gitu!" gerutu Alvin memakai kembali kemejanya.

"Gue juga nggak tau, cuma mikir gimana kalo gue di posisi dia."

Laki-laki itu menghela napas, kemudian mengacak rambutnya pelan. "Lain kali hati-hati. Jangan nekat. Lo sendirian gitu, kalo ada apa-apa gimana?"

Menerima perlakuan lembut Alvin tiba-tiba membuat wajahnya memanas. Ditambah sorot khawatir yang tergambar jelas di wajah cowok itu. Vanta tidak tahu kenapa. Dia merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat ini. Mungkin karena kaget pasca menghadapi bahaya seperti tadi.

"Lo ... dari 'tempat itu'?" tanya Alvin kemudian.

Mereka pernah bertemu sekali di Café tempatnya bekerja. Mungkin percuma kalau Vanta berusaha menyembunyikannya.

"Iya."

"Lo kerja di sana?"

"Nggak, gue cuma main-main. ... Ya iyalah gue kerja, waktu itu gue pakai seragam. Gimana sih?"

"Kenapa kerja di sana?" Alvin semakin penasaran.

"Karena butuh."

"Orang rumah lo tau?"

"Tau, tapi taunya jadi barista. Gue udah nggak di tempat lama lagi."

"Kalo tau pasti nyokab lo khawatir banget. Kenapa nggak jadi barista lagi?"

"Ya jangan sampe tau, tinggal sebentar lagi gue kerja, cuma gantiin pegawai yang cuti. Kalo barista waktunya bentrok sama jadwal kuliah. Semester satu masih padat."

Baru kali ini Vanta leluasa bercerita pada orang lain. Padahal biasanya dia hanya akan menjawab seperlunya. Membatasi hal-hal pribadi dari temannya. Anehnya, di depan lelaki ini dia bukan hanya memberitahu pekerjaannya saja, tapi juga masalah keluarganya.

"Baguslah, bahaya lo pulang malam sendirian terus. Deket café memang rame, tapi daerah lo jalan tadi tuh rawan bahaya. Orang-orang di jalan besar gitu juga nggak peduli kalo ada apa-apa."

Betul apa yang dikatakan cowok itu. Vanta pernah membuktikannya.

"By the way, kayaknya dekat sini nggak ada apotek Vin. Gue langsung pulang aja,"

LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang