#51 Berawal dari Akhir

1.9K 194 11
                                    


Tahun ketiga perkuliahan, Vanta mendapati dirinya masih tetap betah memandangi lukisan malaikat dan black rose yang pernah dilupakan sebentar. Setelah bertahun-tahun mengamati lukisan itu, Vanta akhirnya menemukan alasan mengapa dia sangat menyukainya. Dia merasa si pelukis dan dirinya terhubung karena beberapa kesamaan yang disimpulkannya dari goresan indah itu.

Mungkin, dia memiliki kecemasan yang sama. Mungkin, dia menyimpan hampa dan kekosongan yang sama. Maka saat melihatnya, Vanta merasa dikuatkan. Lukisan itu seolah menemaninya dan berkata, dia tidak sendirian.

Miris bagaimana rasanya ketika berada di tengah banyak orang, namun dia masih merasa sendiri. Kembali menutup diri dan tidak mempercayai siapa pun. Sedangkan satu lukisan yang tak hidup dapat begitu menenangkan hatinya.

"Ta, lo udah dapet tempat magang?"

Vanta tersentak mendengar pertanyaan dari salah seorang teman seangkatannya dan menoleh. "Udah ...."

"Weits, mahasiswa berprestasi mah beda ya. Cepet banget dapet tempat magang."

Vanta menyahut sambil tersenyum ramah. "Yang lain juga udah banyak kok yang dapet tempat magang."

"Gue tiap beli akua liat ilustrasi di botolnya langsung inget Vanta loh," timpal teman cowok yang lain.

"Siapa dulu dong? Temen gueee ..." Arya yang baru muncul tiba-tiba berceletuk.

Kali ini Vanta hanya tertawa menanggapi pujian teman-temannya.

Pada semester lalu diadakan lomba ilustrasi untuk kemasan botol air mineral. Saat itu dosen mata kuliah Ilustrasi memberi tugas pada mahasiswa yang mendapat kelas ilustrasi untuk berpartisipasi dalam kompetisi tersebut. Berkat ketekunan dan idenya yang kreatif, ilustrasi Vanta terpilih dan berhasil memenangkan juara utama.

Sebetulnya ini bukan kali pertama dia menang dalam kompetisi desain. Bisa dibilang dia salah satu mahasiswa yang langganan membawa nama baik kampus.

Dua setengah tahun berlalu sejak kejadian itu. Kejadian di mana dia harus berhenti dan melepaskan. Salah satu pengorbanan terberat yang pernah dilaluinya. Hari-hari itu, rasanya baru kemarin dilewatinya. Marah, kesal, kecewa, tertawa, dan sempat berakhir penyesalan tak berujung.

Bahkan hingga saat ini, dadanya masih terasa sesak ketika mengingatnya. Hari di mana dia menorehkan pengkhianatan terbesar pada laki-laki itu.

***

Vanta menatap sosok yang bersandar di dinding depan kelasnya dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Pandangannya yang tajam menatap Vanta lekat saat ia keluar kelas. Membuat langkahnya terhenti begitu saja.

"Kita perlu bicara," ucap Alvin dingin dan datar. Berbeda dengan belakangan terakhir, genangan suara penuh perhatian dan kalimat-kalimat sayang yang terkadang disisipi rayuan itu kini lenyap.

Vanta tidak menjawab, tetapi tidak juga beranjak dari tempatnya. Dia akhirnya mengangguk, mengikuti Alvin yang berbalik pergi dari sana. Membawa Vanta ke area tangga yang sepi.

"Mau ngomong apa?" tanya Vanta. Mereka berdiri diam beberapa saat tanpa saling menatap.

Laki-laki itu kemudian beralih padanya. "Gue nggak tau harus percaya atau nggak. Tapi lo pasti tau maksud gue. Temen lo pasti udah cerita 'kan sama lo, apa yang terjadi di party Andre? Kalo nggak, lo pasti bakal angkat telepon gue."

Kembali Vanta membisu. Bola matanya bergerak ke lain arah. Tidak dapat menatap cowok di depannya. Mulutnya sempat terbuka, namun terkatup lagi. Berusaha memilah kata-kata yang akan diucapkannya.

"Van ..." panggil Alvin menuntut jawaban.

Alih-alih menjawab, Vanta dan kebisuannya yang masih setia. Kedua tangannya meremat tali ransel kuat-kuat. Menahan gemetar yang menyebar hingga ke ujung kuku.

LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang