#9 Semua Orang Punya Rahasia

15.1K 958 29
                                    

Pagi-pagi sekali Vanta sudah dikejutkan oleh sebuah suara, "Tata! Miss you, Honey!"

Dua tangan yang mulus melingkari lehernya. Siapa lagi yang memangilnya dengan panggilan itu kalau bukan Jessi. Temannya yang suka bersikap genit kepadanya cuma Jessi. Yang berani nempel-nempel dan gelayut-gelayut ke Vanta cuma Jessi. Vanta nggak seakrab itu dengan teman-teman cewek di jurusannya meski dia sering dikerumuni teman-teman untuk membantu mengajari tugas mereka.

Hubungan timbal balik dan hubungan persahabatan jelas beda. Apa lagi dia cenderung memisahkan diri saat kelas berakhir. Lebih sering menolak ajakan temannya untuk makan bersama dan pergi menemui Jessi.

Entahlah, dia suka berada di dekat gadis cerewet yang tidak pernah kehabisan bahan obrolan itu. Seperti dulu, dia selalu cocok berteman dengan gadis yang ceria. Sifat mereka yang berbanding terbalik malah terasa klop.

"Apa sih lo? Pagi-pagi udah heboh. Gue masih normal ya," sahut Vanta seraya melepaskan kedua tangan itu.

"Abisnya lo jadi ganteng, sih!" Gadis yang rambutnya dicat dengan warna ash brown itu tidak menyerah untuk menggoda Vanta, kali ini ia bergelayut manja di lengan Vanta.

Kemarin Vanta memotong rambutnya sangat pendek, walaupun sebetulnya masih bisa diselamatkan sebatas bahu, tapi dia terlanjur kesal. Tidak segan-segan meminta penata rambut memotong rambutnya sebatas leher.

Senyum manis yang tersungging di bibir Jessi segera berubah menjadi raut serius. "Lo kemarin ini nggak pa-pa, kan?"

"Iya, tenang aja."

"Nggak trauma ke kampus, kan?" tanya Jessi lagi.

"... Kayaknya nggak."

"Nggak berusaha buat 'budir' kan?"

"Budir?" Vanta menatap Jessi bingung.

"Bunuh diri."

"Ya ampun Jesslyn, pikiran lo ya! Mana mungkin gue setolol itu?"

"Tapi..." Sambil memperbaiki posisi tali ransel di sebelah bahunya Vanta berkata lagi, "Gue sempet mikir mau cuti kuliah sampe si Kunyuk itu lulus."

"Hah? Jangan dongg... Gue baru seneng, lo lebih banyak cerita ke gue sekarang." Mengerucutkan bibir sambil mengguncang lengan Vanta. "Jujur tadinya gue ngerasa obrolan kita satu arah biarpun sering bareng. Lebih banyak gue yang nyerocos ketimbang lo."

Vanta tersenyum samar. "Sorry, gue cuma... memang ngerasa nggak ada hal istimewa yang perlu diceritain. Tapi gue selalu dengerin dan perhatiin curhatan lo kok!"

Ada banyak hal yang tidak bisa diceritakannya pada Jessi. Ia belum siap untuk kembali mempercayai orang lain. Masih ada yang terasa mengganjal di hatinya. Bukan berarti ia tidak percaya pada Jessi. Hanya saja, rasa takut dan waspada itu masih ada.

"Iya gue tau. Lo tuh kayak kotak misteri, kadang orang sulit nebak lo. Tapi semenjak perang lo sama Alvin, lo jadi lebih ekspresif."

"Kayaknya itu bukan ekspresif, makan hati yang ada."

Jessi menanggapi dengan kekehan.

Kemudian Vanta melirik jam di ponselnya. Bicara dengan nada terburu. "Eh, udah dulu ya, gue ada kelas ni."

"Gue juga setengah jam lagi ada kelas. Bye...," ujar Jessi sambil melambaikan tangannya berkedip-kedip genit. Mirip lampu bohlam rusak.

Vanta hanya menyeringai geli. Mereka berpisah di pecahan lorong kampus, masuk ke dalam lift yang berbeda. Meski kemarin baru saja terjadi hal menggemparkan antara Vanta dan Alvin, suasana kampus pagi itu tetap sama. Ramai oleh mahasiswa yang hendak mengikuti kelas. Semua tetap berjalan seperti biasa. Hanya Vanta yang berbeda. Dia, penampilannya, dan sakit hatinya. Hari-hari perkuliahan damai yang semula ia jalani telah berubah.

LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang