Setelah 2 minggu akhirnya aku update. Ada yang nungguin kah??
Oke ga ada. Wkwk..
***
Pertanyaan tentang kedua Black Rose telah lenyap dari benak Vanta. Setelah dua hari terus mencoba memutar otak, akhirnya ia putuskan untuk menyerah. Lebih baik fokus pada tugas-tugas kuliahnya dan mempersiapkan UTS (Ujian Tengah Semester) pertamanya dengan sebaik mungkin.
Nggak usah dulu deh mikirin Black Rose yang tidak dikenalnya. Apa lagi mikirin Alvin, makhluk titisan dajjal yang menyebalkan bin ajaib itu.
Eh?
Kenapa jadi Alvin?
Lagi pula ngapain juga mikirin cowok labil kayak dia?
Nggak ada untungnya.
Vanta lalu celingukkan ke seluruh penjuru kantin, mencari sosok teman-temannya. Hari ini dia tidak makan siang dengan Jessi, karena gadis itu sedang ada kelas. Saat Vanta memasuki kantin tadi, meja-meja sudah terisi penuh. Tempat yang tersisa hanya bangku di meja Arya dan Hendri, teman seangkatan dan sejurusannya. Pas sekali tempat itu kosong. Jadi sekalian Arya dan Hendri minta tolong Vanta yang sudah membawa bekal menunggu di sana, sementara mereka memesan makanan.
Padahal kantin penuh dan ramai, tapi entah mengapa hari ini terasa damai. Mungkin karena ketiadaan pembawa masalah dalam hidupnya. Sejak Vanta mengitari kantin mencari tempat duduk, dia tidak menemukan rambu-rambu bahaya.
Vanta mengeluarkan kotak bekalnya. Meletakkan di meja tanpa langsung menyantap isinya. Sambil menunggu teman-temannya dia mengeluarkan ponsel, menyeruput lemonade yang tadi dibelinya dengan tentram. Namun keindahan hidup Vanta menguap begitu saja saat seseorang mendorongnya.
***
Alvin sedang berusaha meloloskan diri dari aksi unjuk rasa para mahasiswi. Entah mahasiswi semester berapa dan jurusan apa, tiba-tiba mereka mengerumuninya, mengajak hunting foto saat melihat dia berjalan sendirian mengalungkan kamera.
"Gila itu cewek-cewek. Kalo udah kumpul jadi satu, mengerikan juga. Maksa-maksa buat difoto segala. Sebanyak itu sih, mampus aja tangan gue. Keriting yang ada!"
Bukannya Alvin takut, tapi dia tidak mau berurusan dengan yang namanya cewek. Ngeribetin katanya. Dan sebisa mungkin ia lebih memilih untuk menghindar. Jangan sampai cewek-cewek itu disingkirkan dengan cara kekerasan.
Alvin berbelok masuk ke kantin. Siang itu kantin cukup ramai. Ia celingak-celinguk untuk mencari tempat duduk yang aman. Sampai matanya menangkap sosok Vanta yang sedang duduk membelakanginya pada bangku sofa di sebelah jendela kaca. Letaknya berada di barisan tengah. Tempat yang cukup strategis untuk Alvin bersembunyi.
Kenapa Alvin tau itu Vanta meskipun hanya rambut cewek itu yang terlihat dari belakang? Ya karena belakangan ini dia sering memerhatikannya. Entah bagaimana dia jadi hapal setiap ciri gadis itu.
Ia tersenyum dan segera melangkah cepat duduk di sebelah Vanta. Cewek yang saat itu sedang menekuri sesuatu di ponselnya. Dalam waktu seketika raut serius Vanta berubah menjadi terkesiap saat Alvin mendorongnya bergeser.
Vanta langsung membelalak begitu melihat siapa yang duduk di sebelahnya. Baru saja dia merasa tenang dan tentram. Eh, orang yang selalu membawa malapetaka baginya tiba-tiba datang. Pucuk dicinta, dajjal pun tiba.
"Ngapain lo─ hmmpp...!"
Belum sempat Vanta menyelesaikan kalimatnya, satu tangan Alvin terangkat melingkari pundak dan membekap mulutnya. Sementara sebelah tangan yang lain menempelkan jari telunjuknya di depan bibir. Memberikan isyarat supaya Vanta diam. Kontan kedua mata gadis itu tambah melebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]
RomanceSemula Vanta tidak tahu, kalau satu perlawanannya bakal menjadi masalah serius. Siapa sangka, cowok yang ditantangnya─Alvin─ternyata adalah penguasa kampus! Jadilah mereka musuh bebuyutan. Di mana ada Alvin, itulah saat paling buruk untuk Vanta. Ner...