Kedatangan Alvin terakhir kali ke rumahnya membuat Vanta mau tidak mau memberitahukan mama kalau mereka berpacaran. Yah, bagaimana lagi dong? Setelah adegan sesi curhatnya dan pelukan Vanta, mama menginterogasi sambil menggoda.
Bukan Vanta nggak mau jujur, bukan juga karena takut dimarahi. Mamanya itu orang yang santai, nggak kuno-kuno amat kok soal anaknya yang pacaran. Waktu dia dengan Leo, mama juga tahu. Hanya saja kali ini Vanta benar-benar malu. Tidak siap juga menerima ledekan dari mama yang mengungkit soal bencinya Vanta ke Alvin waktu dulu.
"Udah nggak sebel lagi nih ceritanya?" goda mama saat Vanta mengatakan yang sebenarnya.
"Ihh, Mama! Malah ngeledek Ata terus!"
Karena mama sudah tahu soal Alvin, dia tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi saat bepergian dengan cowok itu. Kadang-kadang Alvin juga mampir ke rumahnya buat merecoki Vanta juga ngobrol dengan mama. Dia bahkan sok akrab dengan mamanya Vanta. Tapi bagusnya, mama Vanta sama sekali tidak keberatan. Memperlakukan Alvin seperti anaknya juga, mengajak makan bersama, nonton DVD bersama, juga berbelanja bersama sesekali.
Yap, cowok itu akhirnya jadi ganti mobil sesuai yang dia bilang sebelumnya. Jadi nggak lagi hanya muat dua penumpang. Sudah bukan lagi mobil pelit kalau kata Vanta.
Lalu, dia sendiri mendengar kalau Alvin mulai mengobrol dengan ayahnya. Rutin sarapan bersama atau makan malam bersama. Keduanya mulai memperbaiki kerenggangan di antara mereka meski masih terasa kaku dan tak banyak obrolan. Mengganti waktu beberapa tahun yang telah terlewatkan dengan membuka lembaran baru.
Alvin dan Vanta semakin sering menghabiskan waktu bersama. Tapi Vanta juga sering mengomel karena cowok itu terlalu menempel padanya. Apalagi Alvin berubah drastis menurut Vanta. Dari yang dulu iseng dan cuek, jadi makin hobi melontarkan gombalan jayus. Kadang Vanta sampai bertanya-tanya, apakah dia masih Alvin yang sama dengan cowok yang melempar bola basket ke arahnya?
"Van, Van ..." panggil Alvin di sela-sela mereka mengerjakan tugas kuliah masing-masing. Tak lepas dari memainkan permen karet di dalam mulut.
"Ya?" Pandangan Vanta masih setia pada layar laptopnya, menggerakkan jari-jari lentik di atas keyboard.
"Kalo Sabtu Minggu itu kan weekend,"
"Iya. Kenapa sama weekend?"
"Tapi kalo sayangnya gue ke lo, will never end loh!"
"...."
"Kok diem? ... Dih! Kenapa matiin laptop? Mau ke mana??"
Benar 'kan, cowok itu salah makan sepertinya. Pernah juga waktu mereka ke perpustakaan, menemani Alvin mencari sumber pustaka untuk teori skripsinya, berjalan di antara rak buku. Tiba-tiba cowok itu bertanya, "Lo tau nggak bedanya lo sama buku?"
"Apaan?" Vanta yang sedang ikut melihat-lihat buku saat itu menjawab seperlunya.
"Kalo buku sumber ilmu, kalo lo sumber kebahagiaan gue."
Vanta sontak tenganga, menjatuhkan buku tebal yang baru ditariknya dari rak. Berpasang-pasang mata langsung menatapnya karena suara berisik itu. Setelah meringis dan mengangguk minta maaf pada para pengunjung perpus, dengan wajah tersipu dia buru-buru keluar meninggalkan perpustakaan. Terlalu berisiko untuk paru-paru dan jantungnya jika berada di dekat cowok itu lebih lama.
Tetapi berkat kegigihan Alvin mengambil hatinya, suatu kali meneguhkan Vanta untuk melakukan hal yang berada di luar ekspektasi lelaki itu. Tepatnya saat mereka sedang bersama di katin dan lagi-lagi Cia mengganggu Alvin.
"Vin, katanya lo udah punya pacar? Kok lo bareng anak semester satu ini terus sih?!"
Alvin hanya meliriknya malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]
RomanceSemula Vanta tidak tahu, kalau satu perlawanannya bakal menjadi masalah serius. Siapa sangka, cowok yang ditantangnya─Alvin─ternyata adalah penguasa kampus! Jadilah mereka musuh bebuyutan. Di mana ada Alvin, itulah saat paling buruk untuk Vanta. Ner...