Setelah upaya pertamanya mendapat gelar brotherzone, usaha Alvin berikutnya membuahkan perubahan. Friendzone. Benar kan? Perubahan. Siapa tahu bisa jadi kemajuan.
Woles, Vin. Banyak jalan menuju hatinya Vanta.
Dia pasti bisa menemukan jalan yang nggak buntu.
Laki-laki itu menepuk-nepuk wajah pelan sambil berderap di lorong kampus, memikirkan kembali apa yang salah dari langkahnya. Di sisi lain, ia tidak ingin tergesa-gesa. Mereka belum lama berdamai. Apa tidak aneh kalau dia mendekatinya terang-terangan?
Langkah Alvin terhenti. Ketika dia melihat seorang gadis yang baru saja dipikirkannya ada di depan sana. Berjalan sendirian dengan wajah ditekuk. Tak lama, gadis itu tampak menghela napas panjang. Tatkala membuat kakinya spontan melanjutkan langkahnya. Berjalan cepat ke arah gadis itu.
"Oi, jangan jalan sambil bengong."
"Eh, elo...."
"Udah selesai kelas? Mau balik?"
"Hm... boleh," jawab Vanta tak bersemangat.
Seperti yang sudah-sudah, kehadiran mereka selalu menjadi pusat perhatian di kampus. Tepatnya di gedung fakultas. Kalau biasanya Vanta menunduk, menyembunyikan wajah, melengos atau apa pun saat mahasiswa lain menyaksikan keakraban mereka, kali ini gadis itu tampak tak acuh. Ada beban lain yang lebih memberatkan pikirannya.
Alvin yang merasa mengganjal dengan sikap aneh gadis itu bertanya tanpa basa-basi. "Ada masalah Van?"
"Ah, nggak pa-pa..." Padahal jelas-jelas wajahnya menunjukkan ada sesuatu.
Sampai mereka masuk ke dalam mobil bahkan gadis itu jiwanya entah melayang ke mana. Hanya duduk tanpa memakai sabuk pengaman. Membuat Alvin dengan sabar menunggu. Hingga dia harus turun tangan karena beberapa detik berlalu, Vanta masih juga melamun.
"E-eh..." Vanta terlonjak ketika Alvin memakaikan sebuk pengaman untuknya. Cewek itu kontan mundur dengan pundak melengkung.
"Kenapa sih?" tanya Alvin penasaran, masih berada dalam jarak dekat dengan gadis itu. Sebelah tangannya bertopang pada jok Vanta. Menatap lekat matanya. "Ada tugas yang susah?"
Belum sempat Vanta menjawab, baru saja dia membuka mulutnya, Alvin menambahkan lebih dulu. "Jangan lagi bilang nggak ada apa-apa. Muka lo nggak bisa bohong."
Lawan bicaranya lalu mendesah pelan sambil menunduk. Beberapa kali melirik gelisah sambil menggigit bibir bawah bagian dalamnya. Lalu dia menghela napas kesekian kali, memberanikan diri bertanya.
"Umm... lo sibuk nggak Vin, Sabtu nanti?"
Sepasang alisnya terangkat tak percaya.
'Apakah ini ajakan ngedate?'
***
Beberapa saat sebelum bertemu Alvin di kampus, Kak Oka tiba-tiba mengiriminya pesan ingin menelepon. Vanta bertanya-tanya, ada berita penting apa sampai kakaknya itu butuh bicara lewat telepon. Setelah bercakap via telepon, dia akhirnya tahu apa yang diinginkan saudaranya itu.
"Harus datang? Harus Ata yang datang? Kak Oka memang ke mana? Nggak bisa datang sama sekali?" cecar Vanta sebagai bentuk protes.
"Kak Oka ada gathering dari hari Jumat sampai Minggu siang. Tolong ya Ta, sebentarrr aja. Nggak enak soalnya udah janji sama Leo."
Vanta memejamkan mata erat-erat. Berusaha tetap sabar. "Lagian kenapa pake janji segala sih kalo nggak bisa datang?"
"Kak Oka lupa... . Tolong, ya. Nanti kakak kirim alamat sama jamnya. Makasih Ta...."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]
RomanceSemula Vanta tidak tahu, kalau satu perlawanannya bakal menjadi masalah serius. Siapa sangka, cowok yang ditantangnya─Alvin─ternyata adalah penguasa kampus! Jadilah mereka musuh bebuyutan. Di mana ada Alvin, itulah saat paling buruk untuk Vanta. Ner...