Alvin merogoh saku celana dan kemejanya, tetapi dia tidak menemukan apapun di sana. Padahal ia ingin cepat pulang hari ini.
"Siall, kunci gue ketinggalan di galeri kayaknya." Ia kemudia memasuki lift menuju ke lantai lima.
Setelah keluar dari lift, ia menjulurkan kepala. Masih tampak dua mahasiswa di galeri, yang berarti tempat itu belum dikunci. Alvin melangkah masuk ke dalam. Diambilnya kunci mobil yang tergeletak pada meja di sudut ruangan. Ketika ia hendak berbalik dan keluar dari sana, ia mendengar salah seorang cowok menyebut nama Vanta.
"Untung aja ada Vanta, dia bikinin sketsanya tadi buat gue. Gue tinggal rapiin. Dia gambarnya cepet, bisa hampir sama kayak punya gue, lagi!" seru seorang cowok yang memegang kertas gambar berukuran A3. Cowok itu adalah Arya, teman sekelas Vanta.
"Gila, hebat juga dia. Lagian lo pake acara tumpahin tinta segala... . Bagusnya dia bisa bantuin lo. Nggak ketauan dosen pula. Terus lo bales apa? Kalo lo cuma bilang terima kasih, keterlaluan sih." tanya cowok yang satu lagi, tidak lain adalah Hendri.
"Gue kan nggak tau kalo tintanya nggak ditutup. Ya gue ganti biaya joki ke dia, gue juga tau diri udah ditolong."
"Mantap, udah lo kasih?"
"Langsung gue transfer. Nggak mungkin gue ingkar, dia dulu tetangga gue waktu SD, bro. Yang gue tau, sekarang bokap nyokab dia udah cerai. Dulu gue sering denger ortunya ribut-ribut parah, kasian sih dia. Oh iya, dia kuliah di sini juga dapet beasiswa. Salut banget gue sama dia, jarang yang jalur beasiswa jurusan kita."
"Yang bener? Gila lo tau sampe detail begitu."
"Tau dong, dulu waktu kecil kami suka main bareng. Waktu ngobrol gue nanya kabar bokap nyokabnya. Dia to the point jawabnya," jelas Arya.
"Dia orangnya gaul sama siapa aja, tapi kayak nggak ada yang akrab sama anak jurusan kita. Temen deket dia kayaknya anak Ikom itu doang. Cewek semester tiga ya kalo nggak salah, gayanya beda banget sama dia, feminim abis, yang cakep itu...."
"Jessi namanya,"
Hendri kemudian menepuk bahu Arya. "Tapi dia kasian belakangan ini dikerjain senior Alvin terus. Sampe jadi artis dadakan."
"Iya, nggak tega juga gue."
Suara gemerincing kunci selanjutnya menyadarkan mereka bahwa bukan hanya mereka saja yang berada di sana. Dengan serempak kedua lelaki itu menoleh. Alvin Geraldy sudah berdiri di belakang mereka. Melemparkan tatapan tajam kepada Arya dan Hendri.
"Apa maksud kalian?" tanya Alvin dengan raut dingin, nyaris membuat kedua orang di depannya membeku.
"Sor...ry, bukan maksud gue buat omongin lo..." Hendri berjengit ngeri.
Alvin tidak menggubrisnya dan menoleh pada Arya. "Soal Vanta, apa maksudnya? Beasiswa?"
"Itu... iya, dia dapat beasiswa di sini," jawab Arya sambil menelan ludah.
Tanpa berkata apa-apa Alvin masih menatap junior tingkatnya penuh selidik. Beberapa detik kemudian ia pergi meninggalkan Arya dan Hendri.
Arya saling berpandangan dengan Hendri setelah Alvin keluar dari galeri. Entah kenapa, mereka merasa bersalah telah membicarakan Vanta.
"Kok gue jadi merinding. Kira-kira ada sesuatu yang buruk bakal terjadi nggak ya?" tanya Arya pelan.
Hendri menjawab dengan ragu, "Semoga nggak, kasian Vanta."
***
Alvin mempercepat langkahnya. Bergegas ke ruang admisi untuk menemui Riki, staf admisi di kampusnya. Riki adalah mahasiswa lulusan universitas yang sama dengannya. Cowok itu baru wisuda tahun lalu dan mengabdi untuk universitas ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]
RomanceSemula Vanta tidak tahu, kalau satu perlawanannya bakal menjadi masalah serius. Siapa sangka, cowok yang ditantangnya─Alvin─ternyata adalah penguasa kampus! Jadilah mereka musuh bebuyutan. Di mana ada Alvin, itulah saat paling buruk untuk Vanta. Ner...