#32 Teman Baik

2.4K 265 3
                                    

Hai, aku datang menemani malam minggu kalian.

Bukan aku deh, Vanta sama Alvin yang bener, haha...

Oh iya, WP masih bisa cantumin dedikasi bab buat pembaca nggak sih?

Kayaknya nggak bisa ya?

==================

Buku sketsa, pensil, dan rautan sudah siap di tas. Tinggal ke mana mobil ini menuju, Vanta masih belum bisa menebak. Cowok itu sok rahasia-rahasiaan. Setiap ditanya cuma bilang lihat nanti. Akhirnya dia pasrah saja, duduk tenang memerhatikan jalan.

"Ini gue nggak diculik 'kan ya?"

"Kalo nyulik ngapain gue minta izin nyokab lo?"

Jadi, saat menjemputnya tadi Alvin betul-betul turun dari mobil dan meminta izin pada mamanya langsung. Cukup membuatnya terpukau, tapi dia juga tidak tahu apa yang dikatakan lelaki itu. Karena setibanya Alvin di rumahnya, Vanta masih di kamar berganti pakaian.

Yang dia tahu, pokoknya mama mengizinkan dia pergi dan mengucapkan hati-hati sebelum mereka berangkat. Entah ilmu apa yang digunakan cowok itu, mama bahkan nggak tanya apa-apa lagi padanya.

Lewat dari setengah jam, kepalanya celingukkan saat menyadari lokasi di mana mereka berada. Tempat wisata yang amat dikenalnya.

"Dufan?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir mungil Vanta.

Laki-laki di sebelahnya tersenyum sembari mengemudi mencari parkiran.

"Serius kita ke sini?"

"Lo nggak suka ke sini? Kalo nggak kita bisa pindah tempat."

Dengan cepat Vanta menggeleng. "Jangan... Udah lama gue nggak ke sini, ayo!" Tidak bisa menyembunyikan ekspresi antusiasnya.

Wajah berbinar Vanta jelas menunjukkan kalau dia menyukai gagasan untuk datang ke tempat ini. Ketika mereka di loket, Vanta hendak mengeluarkan uang dari dompet untuk membayar tiket masuknya, tetapi Alvin mencegah.

"Bareng gue aja." Mendahuluinya membayar.

"Eh, tapi...."

"Ayo masuk," ajak cowok itu.

Matahari tampak tidak malu-malu di pagi menjelang siang yang terang benderang. Namun, tidak menjadi penghalang untuk mereka bersenang-senang dan mengitari area Dufan.

Taman hiburan itu tak seramai saat libur sekolah. Antrian pada wahana permainan tidak terlalu panjang. Mereka sibuk berdiskusi memilih wahana mana yang lebih dulu akan dinaiki. Hingga lupa tujuan lain untuk apa Vanta datang ke sana.

Alvin menggenggam jari-jari Vanta erat. Seolah takut gadis itu terpisah dan hilang dari pandangannya. Saat itulah dia menyadari satu hal. Mengangkat tangan yang digenggamnya untuk memastikan.

"Jari lo kenapa?" Ketika dilihatnya plester yang melingkari jari telunjuk kiri gadis itu.

"Nggak pa-pa, kena pecahan gelas aja." Vanta yang merasa salah tingkah perlahan melepas tautan jemari mereka. Membuang muka.

"Kok lo sering banget luka sih?"

Itu juga yang telah Vanta tanyakan pada dirinya sendiri. Kenapa dia jadi ketiban sial terus belakangan ini? Dia kena kutukan apa?

"Luka kecil doang kok."

"Terus tangan lo yang waktu itu diserang gimana? Masih sakit?" Alvin berhenti melangkah di tengah lapangan yang luas.

Bohong namanya kalau Vanta bilang tidak sakit. Tapi yah, dia lebih memilih kebohongan itu.

"Ngga—aww!" pekiknya saat Alvin tiba-tiba menarik lengannya.

LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang