Bagian terberat dariperpisahan adalah ketika harus menanggung rindu.
---
"Sorry ..." Kata pertama yang meluncur dari mulut Vanta setelah sekian lama mereka terbungkus kebisuan. Duduk di salah satu bangku taman di pusat ibu kota.
"Why?"
Setelah pertemuan di acara wisuda waktu itu, keduanya masih terasa canggung. Mungkin karena lama tak bertemu. Atau mungkin juga karena rasa bersalah yang membayangi. Sehingga, di sinilah mereka. Memutuskan untuk membicarakan segalanya yang terasa mengganjal selama empat tahun berpisah.
"Waktu itu gue—" Kalimat Vanta terputus ketika merasakan telapak tangan besar dan hangat milik Alvin menggenggam punggung tangannya.
"Lo nggak perlu bahas sekarang. Gue udah tau dari bokap gue," sahut Alvin mendongak sambil memejamkan mata. Menghirup udara sore yang masih bercampur dengan hangat sinar matahari. Jauh berbeda dengan cuaca di Toronto.
Wajah Alvin masih sama seperti dulu. Yang berubah hanya pembawaannya menjadi lebih tenang dan dewasa dibanding saat mereka sama-sama berkuliah.
Vanta terdiam. Kemudian ia teringat sesuatu yang penting. Yang membuatnya selalu penasaran.
"Kalo gitu, gue mau nanya."
Raut Alvin tampak sedikit bingung karena Vanta mendadak memasang wajah super serius dan genting. Seperti ingin menanyakan rahasia besar negara. Tapi dia kemudian mengangguk. "Hm, oke. Nanya apa?"
Rupanya, nada bicaranya masih sama seperti Alvin yang dulu, pikir Vanta.
"Lo ... web designer Black Rose?"
Ah, pertanyaan itu.
Alvin kemudian tersenyum, menjawab tanpa beban. "Yup."
"Jadi bener?" Manik mata hitam mengilat itu menatap Alvin terperangah. Kagum campur kaget.
"Iya."
Vanta menarik tangannya dari genggaman Alvin. Memukul bahu cowok di sebelahnya sambil berdecak. "Kok lo nggak pernah bilang?"
Cowok itu menangkap pergelangan tangannya dan memiringkan badan menghadap Vanta. "Lo nggak pernah nanya."
Seketika Vanta mencebik sebal menatapnya. Dia enggak bertanya, ya karena enggak tahu. Kalau tahu juga dia akan bertanya seperti sekarang.
"Gimana gue mau nanya kalo gue nggak tau?"
Cowok itu hanya tersenyum geli menanggapi. Vanta dan kejutekannya kembali seperti dulu. Sepertinya kecanggungan cewek itu mulai menguap pergi.
"Berarti lo udah kenal Kak Oka dari lama?" tanya Vanta lagi.
"Iya."
"Ish! Nyebelin! Cuma gue yang nggak tau!" Gadis itu merengut buang muka.
"Nggak kok. Lebih tepatnya cuma kakak lo yang tau. Waktu itu gue memulai kerjaan web design karena iseng-iseng. Tapi ternyata dapet respon baik di forum-forum dan gue juga jadi keasyikan lanjut."
Mendengar penuturan Alvin, Vanta lanjut mengeluarkan unek-uneknya. "Gue sempat ngira kalo lukisan black rose di galeri juga lo yang buat. Tapi ternyata Toto."
Sebelah alis Alvin terangkat heran. "Kenapa Toto?"
"Loh, betul 'kan? Ada sign-nya di lukisan. Itu mirip sama paraf Toto."
"Hmm ..." Cowok itu melipat bibirnya sejenak. "Untung gue udah ganti paraf sekarang."
"Ini ... gimana sih maksudnya? Emang bukan Toto yang bikin?" Cukup peka dengan respons dan gelagat Alvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]
RomanceSemula Vanta tidak tahu, kalau satu perlawanannya bakal menjadi masalah serius. Siapa sangka, cowok yang ditantangnya─Alvin─ternyata adalah penguasa kampus! Jadilah mereka musuh bebuyutan. Di mana ada Alvin, itulah saat paling buruk untuk Vanta. Ner...