Devira mengaduk-aduk es krim nya sedari tadi tanpa berniat untuk mencicipnya. Bentuk es krim itu sudah berubah menjadi cair. Bahkan rasanya mungkin tidak akan seenak ketika masih utuh.
"Raaa, di aduk mulu, cair tuh" ucap Vania.
Devira tersenyum pahit. Besok adalah hari pernikahan. Tidak. Besok adalah hari pertama ia bekerja sebagai istri. Jika selama ini ia bekerja sebagai calon istri. Besok. Ia akan bekerja sebagai istri. Oh My God. Rasanya menegangkan, padahal Devira tahu ini hanya sekedar pekerjaan. Tidak perlu hatinya seheboh sekarang. Merasa tegang, dag dig dug, resah, dan gelisah. Apalagi dengan kenyataan laki-laki gay seperti Gavin. Kenapa tetap saja perasaan gugup menerpa nya.
"Kenapa? Mau kabur?" Tanya Elvira.
Kata-kata Elvira membuat Devira kaget. Sahabatnya yang satu ini selalu bisa membaca pikirannya. Memang dari tadi kata Kabur sudah memenuhi otak Devira. Rasanya kalau kabur sekarang hidupnya masih bisa terselamatkan.
Tapi... Devira menggelengkan kepalanya kasar. Menolak segala bentuk pikiran negatif yang dari tadi mempengaruhi otak dan hatinya.
Devira harus tenang. Ini hanya pekerjaan. Gavin bisa dipercaya. Devira mencoba meyakinkan diri, sejauh ini Devira belum bisa percaya dengan Gavin, tapi semenjak perjanjian sudah di tanda tangani Devira punya pegangan yang kuat, jadi ia akan mencoba untuk percaya dengan Gavin. Lagian kan laki-laki itu gay. Jadi Devira lebih aman lagi dengan fakta itu.
Hal yang harus Devira lakukan adalah tidak perlu ingin mengenal lebih jauh seorang Gavin Ravindra. Meskipun sikap dan sifat laki-laki itu terkadang berubah-ubah. Ia tidak perlu merasa penasaran. Tidak perlu mencari tau kebenaran lelaki itu gay atau tidak.
"Oke. Kalo aku penasaran artinya aku kalah" Ucap Devira tiba-tiba.
Elvira dan Vania heran melihat Devira.
"Ditanya malah jawab gitu, gak nyambung Vira" kata Elvira.
Devira nyengir. Ia sudah memantapkan tekad untuk tidak penasaran dengan kehidupan Gavin. Ia bisa melewati pekerjaan ini. Tekad Devira dalam hati.
"Raa, kalo mau kabur kita bantu" Ucap Vania
"Engga dong, usaha aku nanti sia-sia kalo kabur sekarang. Lagian yaaah...." Devira memajukan badannya. "Gajinya gede" lanjutnya berbisik lalu tertawa.
"Kapan lagi kan, aku cuma kerja didepan publik sama orang tua kita doang, diluar dari itu, I'm single lady" kata Devira sambil tertawa dan menggoyangkan bahunya keatas dan ke bawah.
Elvira hanya menggelengkan kepalanya saja sementara Vania bengong tidak habis pikir.
"Terserah deh, nyesel awas loh" Vania mengingatkan.
"Inget ra, neraka dunia itu adalah penyesalan. Awas jangan sampe masuk neraka sebelum mati" kata Elvira.
Devira terdiam. "Gak akan, kalian jangan nakut-nakutin gitu dong. Aku udah bertekad, jangan ngomong aneh-aneh. Kan ucapan adalah doa"
"Ya kita kan cuma ngingetin aja" kata Elvira.
"Doain aja semoga berjalan lancar sampai waktu yang udah di tentukan" kata Devira. Elvira dan Vania hanya mengangguk-anggukkan kepala saja.
"Balik yuk, capek juga hari ini keliling-keliling. Lagian besok kamu butuh tenaga lebih" ajak Vania.
***
Hari ini adalah hari pernikahan. Devira cukup gugup tapi bisa ia tangani. Setelah semalaman ia mencoba untuk tidak berpikir aneh-aneh. Akhirnya berhasil dan Devira sudah pada titik ini. Devira duduk menunggu untuk dipanggil. Vania dan Elvira sedari tadi menemaninya dan membantunya menyiapkan segala hal dari mulai menyiapkan bunga, sepatu, dan sarapan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fault in Life [THE END]
RomanceHidup Devira yang hampir tenang dua bulan ini berubah menjadi rumit kembali. Belum sempat ia benar-benar melupakan masa lalu yang mencekik pikiran dan hatinya, dengan tiba-tibanya hadir Gavin Ravindra seorang Presiden Direktur Grandmedia Group yang...