17 "Berdua Saja"

2.2K 106 0
                                    

Gavin menatap jendela apartement nya kearah luar, matahari telihat sudah mulai turun perlahan, cahaya orange masuk kedalam kaca jendelanya . Sesekali ia memutar gelas yang berisi wine dengan perlahan.

Sekarang Gavin sudah cukup tenang, semua urusannya beres hari ini. Tidak ada lagi orang yang akan mengganggu privasinya, termasuk keluarganya. Media juga sudah banyak menulis artikel tentang pernikahannya hari ini. Tidak ada lagi berita Gavin Pengusaha Muda yang Gay. Gavin puas. Tentu saja sangat puas akan hasil yang seperti ini.

Tetapi ada satu masalah. Gavin tidak tinggal sendirian lagi. Itu masalahnya. Apa bisa Gavin tahan hidup bersama orang lain yang tidak dikenalnya dalam satu atap yang sama?. Mau tidak mau harus bisa. Lagian hanya sampai dua tahun saja. Setelahnya. Gavin bebas.

Tok...tok...tok....

"Pak Gavin, Permisi" sebuah suara mengalihkan Gavin dari jendela.

Terlihat Devira membuka pintu kamarnya sedikit, hanya kepalanya saja yang terlihat oleh Gavin. Gavin membalikkan badannya dan berjalan menuju Devira. Ditariknya pelan kenop pintu supaya pintu lebih terbuka lebar. Devira yang semula posisinya sedikit bungkuk menjadi berdiri tegak.

"Kenapa lo jadi panggil gue bapak lagi" ucap Gavin.

"Kan ini jam kerja saya Pak, gak akan ada yang denger juga Pak" bisik Devira.

"No, gue gak mau ngambil resiko lo keceplosan didepan orang tua kita, apalagi kalo depan klien"

Lagian siapa juga yang bakal keceplosan.. kata Devira dalam hati. Rasanya ingin sekali menarik bibirnya Gavin itu terus dia bawa keliling kamar ini.

"Iya Gavin" kata Devira. Gavin malah menatapnya tidak suka. Salah apa lagi...

"Panggil gue mas aja" kata Gavin. Lalu ia pergi melewati Devira.

"Diiih geli banget manggil mas. Mas bakso kali" ucap Devira dengan suara kecil dengan nada meledek

Dilantai bawah ada keluarga Devira. Mereka sangat ingin tahu rumah yang akan di tempati Devira setelah menikah, selama ini Orang Tua Devira hanya mengunjungi rumah Papa Hari dan Mama Miranda saja.

Devira kemudian turun ke lantai bawah apartemen. Ayah, Bunda, Davin dan Gavin sudah duduk di sofa depan televisi menyala yang hanya di tonton oleh Davin, sementara yang lain asik mengobrol.

"Bunda senang bisa berkunjung sebelum pergi. Bunda juga bisa percayakan Devira sama Nak Gavin" ucap Bunda Hanna

Gavin jadi kikuk mendengar ucapan Bunda Hanna. Sedikit rasa bersalah tiba-tiba saja muncul dalam benaknya. Gavin tersenyum sedikit.

Devira yang mendengar ucapan Bundanya itu merasa ingin menangis, ia benar-benar merasa sangat durhaka karena telah berbohong. Devira buru-buru lari kearah kamar mandi. Saat masuk ia tidak sengaja menutup pintu terlalu keras. Hal itu membuat semua orang menoleh refleks ke arah suara.

Gavin beranjak dari duduknya berjalan menuju ke kamar mandi. Didorongnya sedikit pintu kamar mandi itu tapi terkunci. Gavin bingung apa yang harus dilakukannya. Tiba-tiba saja pintu itu terbuka sebelum Gavin berencana mengetuk pintu itu.

Gavin melihat wajah Devira yang basah dan mata yang sedikit memerah.

"Aku kebelet. Jadi gak sengaja" ucao Devira. Lalu pergi menuju ayah dan bundanya duduk. Gavin mengekori dari belakang.

"Bunda kira kenapa, nanti lagi harus hati-hati jangan kebiasaan kan bikin kaget" kata Bunda Hanna saat Devira duduk disamping Bunda Hanna.

"Iya bun, gak sengaja, kan namanya kebelet" jawab Devira.

The Fault in Life [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang