48 "Kenangan Pahit"

2.2K 90 2
                                    

Devira berjalan lunglai ke dalam kamarnya, merasa lelah, berfoto-foto cukup menguras energi. ternyata Gavin membawa tim fotografer untuk mengabadikan moment ini, jadi mereka berfoto-foto ria. Di depan gedung fakultas Devira. Di setiap sudut kampus yang estetik dengan kedua sahabatnya Vania dan Elvira, lalu dengan bunda dan ayah, lalu dengan Davin dan terakhir bersama Gavin.

Devira maupun siapapun tidak menyadari tim fotografer itu, ternyata mereka disewa oleh Gavin sejak pagi. Laki-laki itu bisa-bisanya terpikirkan untuk menyewa fotografer. Tapi Devira senang-senang saja. Setelah berlama-lama dikampus mereka memutuskan untuk ke studio foto. Fotonya pertama dengan Gavin, lalu dengan kedua orang tuanya dan Davin, lalu foto Devira, Gavin, orang tuanya dan Davin. Mereka akan mencetak itu dengan ukuran besar.

Jadi sekarang, Devira berbaring lelah di kamarnya masih menggunakan kebaya. Gavin ada di belakang rumah, mengobrol dengan ayah Dimas. jika diingat-ingat lagi tentang jawaban Gavin pada pertanyaan Genta, Devira jadi merasa lega, untungnya mereka tidak ada yang curiga. Beberapa lama ia diposisi berbaring, kemudian bergerak untuk membersihkan diri.

***

Bandung di bulan Oktober selalu di guyur hujan, kadang pagi, kadang siangnya atau sore, bahkan bisa sampai sepanjang hari. Sabtu pagi, Gavin sudah berencana ingin mengajak Devira jalan-jalan, seperti pikirannya sebelumnya, Gavin ingin mengajak Devira kemanapun yang Devira inginkan, pergi berkencan, hanya berdua. Tapi rencana hanya tinggal rencana, Hujan turun sejak jam 6 pagi hingga sekarang pukul 11 siang. Akhirnya mereka hanya duduk di depan rumah, memandangi hamparan rumput dan pohon mangga.

Gavin mengajak Devira keluar, Gavin bilang mereka bisa hanya jalan-jalan didalam mobil, tapi Devira menolak, katanya jalan-jalan naik mobil ketika hujan harus selalu menyalakan AC, itu membuat selalu ingin pipis, jadi, itu bukan ide yang bagus. Akhirnya mereka tidak kemana-mana.

"Mas..." Panggil Devira.

Gavin menoleh saat ia menyesap kopi yang masih panas.

"Mau mie instan ga?" Tawar Devira.

Tepat, sekarang sudah mau jam makan siang, hujan-hujan begini memang enak makan yang panas-panas, supaya badan hangat, tapi sebenarnya lebih enak lagi kalau diam berselimut didalam kamar sambil berpelukan. Gavin menggelengkan kepalanya, pikirannya harus dihentikan sampai situ sebelum berubah menjadi liar.

"Boleh.." jawab Gavin. Devira tersenyum langsung berdiri dari duduknya menuju dapur. Bunda dan Ayah sejak pagi pergi ke acara teman ayah yang jaraknya cukup jauh, teman dekat ayah saat SMA itu mengadakan perayaan kelahiran cucu pertama jadilah mereka semangat untuk melihat bayi.
Saat sebelum mereka pergi, dengan nada becanda sekaligus sindiran halus, Bunda menanyakan pada Devira kapan mereka sebagai orang tua mengadakan perayaan cucu pertama juga. Yang di respon senyuman nyengir canggung dari Devira dan tatapan datar Gavin.  Davin? Anak itu tentu memilih bergulat dengan kasurnya.

Gavin masih diam, menunggu Devira memasak mie instan, pada akhirnya, mereka hanya di rumah, memakan mie dan kopi pahit, bersama hujan. Gavin tidak bisa menyalahkan cuaca kan?

Beberapa menit Devira datang dengan membawa dua mangkuk mie instan, ada botol cabai kering, saos sambal, lengkap dengan minumnya.

Gavin membantu Devira membawa nampan ke atas meja.

Hujan masih deras, belum ada tanda-tanda berubah menjadi gerimis atau berhenti.

"Hujan disini lebih sering dibanding di jakarta" komentar Gavin, sambil mengangkat mangkuk mie nya. Menuangkan cabai kering pada mangkuknya.

The Fault in Life [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang