Devira duduk di sofa kamar hotel sambil menatap sebuah amplop cokelat yang ada di hadapannya. Setelah Gavin membawanya ke hadapan orang tua Gavin, Devira disodorkan amplop cokelat yang sejak kemarin belum ia buka sama sekali. Hatinya masih ragu, masih belum ingin menerima, nyalinya ciut, perasaannya resah. Jelas Devira merasa ini sebuah keputusan salah, ia sendiri heran mengapa bisa ia sebegitu lemahnya melihat keadaan Gavin yang terjepit dan menerima meskipun dengan paksaan Gavin.
Devira meraih amplop cokelat itu, lalu membuka tali yang menali amplop itu. Dikeluarkannya beberapa lembar kertas.
Lembar Kontrak Kerja.
Lembar data diri Gavin.
Hanya dua hal itu yang ada dalam amplop tersebut. Devira membaca dengan seksama. Dalam surat kontrak kerja itu tertulis kontrak kerjanya bersama Gavin sebagai pihak pertama dan ia sebagai pihak kedua. Disana tidak ada tegang waktu yang ditentukan pada masa kerjanya, hanya tertulis sampai waktu yang dibutuhkan dan disepakati kedua belah pihak.
Devira mendengus membaca ini. Apa ia akan terjebak selamanya? Jelas ia tidak mau. Mengapa Gavin tidak menuliskan waktu yang pasti, suatu saat nanti Devira membutuhkan kehidupannya kembali. Belum lagi pengetahuannya tentang Gavin belum mencapai angka 5%. Baiklah Devira akan memprotes ini.
Pihak pertama akan memberikan gaji sesuai kesepakatan dengan pihak kedua.
Devira menghela napas membaca point pertama itu.
Tidak ada kewajiban yang harus dilakukan sebagai suami-istri kecuali didepan publik dan orang-orang tertentu.
Devira setuju ketika membaca kembali di point kedua.
Tidak akan melibatkan perasaan selama proses kerja.
Baiklah Devira juga tidak akan pernah mau melibatkan hatinya sendiri. Tidak mau repot akan dampaknya nanti jika perasaannya terlibat lebih dalam. Cukup perasaan empati saja yang ia rasakan pada Gavin. Selebihnya, ia harus menutup diri. Lagipula Devira yakin kalau Gavin memang Gay. Jadi mana mungkin aka nada perasaan yang turut andil dalam pekerjaan ini.
Tidak boleh ada kontak berlebihan dengan lawan jenis yang akan menimbulkan kesalah pahaman.
Oke. Mungkin Devira bisa memenuhi syarat ini.
Saling tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing.
Devira paling setuju pada point ini.
Perjanjian ini disepakati oleh Gavin Ravindra Pradipto sebagai pihak pertama dan Devira Larissa Putri Hanindito sebagai pihak kedua sesuai dengan hukum yang berlaku. Perjanjian ini dapat diperbaharui ataupun dibatalkan ketika kedua belah pihak sepakat melakukan hal tersebut.
Setelah sampai akhir membaca dan melihat materai dibawah penjelasan surat itu membuat Devira menghela napas. Devira fix sama gilanya. Walaupun ia berpikir ini pekerjaan. Tetap saja pekerjaan seperti ini tidak pernah dibayangkannya sebelumnya.
Semoga Tuhan tidak mengutuk ku karena sudah berperilaku seperti ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00, ia memiliki waktu satu jam untuk menunggu orang yang akan datang seperti ucapan Gavin kemarin malam. Devira sudah rapi dengan celana jeans hitam dan kaus hitam lengan pendek.
Devira lalu membuka lembaran ke dua yang berisi data diri Gavin, disana benar tertulis nama lengkap, tanggal lahir, makanan dan minuman yang disukai laki-laki itu, dan catatan alergi. Devira baru tahu kalau Gavin memiliki alergi, oke, mungkin lembaran ini akan membantu Devira untuk mengetahui Gavin. Apa ia juga harus membuat lembaran seperti ini? mungkin ia akan membuat kalau Gavin perlu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fault in Life [THE END]
RomanceHidup Devira yang hampir tenang dua bulan ini berubah menjadi rumit kembali. Belum sempat ia benar-benar melupakan masa lalu yang mencekik pikiran dan hatinya, dengan tiba-tibanya hadir Gavin Ravindra seorang Presiden Direktur Grandmedia Group yang...