2 "What?"

4.7K 221 0
                                    

Gavin seratus persen yakin kalau gosip kemarin sudah menyebar. Kalau tidak, ia tidak mungkin dipandang sedih oleh karyawan perempuan dan karyawan laki-laki yang bergidik ngeri. Bahkan Rina sekretarisnya saja merasa canggung ketika bicara. Gavin heran mengapa berita kontroversi lebih cepat menyebar dibandingkan berita prestasi. Pemberitaan yang menyebutnya gay kemarin cukup membuat Gavin terusik. Bagaimana tidak, setelah Mamanya kemarin yang tiba-tiba saja muncul di apartemennya, satu jam setelah Gavin keluar, telepon-telepon muncul dari saudara-saudaranya. Membuat Gavin semakin pusing. Raka benar, mungkin gosip seperti ini tidak seharusnya dianggap remeh.

Jika diingat-ingat, ini kali pertama Gavin diterpa gosip miring, apalagi di nilai gay sebelah pihak. Hanya karena dia tidak pernah terlihat menggaet perempuan. Itu alasan paling konyol yang Gavin tahu. Tapi, apasih yang media butuhkan selain pendapatan dari berita itu, terlepas dari benar atau tidaknya, mereka hanya mencetak cerita agar lebih menarik dan menghasilkan keuntungan yang banyak. Sayangnya Gavin bodoh menjadi salah satu ladang uang mereka.

"Permisi Pak, ada beberapa wartawan yang ingin mewawancarai Bapak terkait pemberitaan yang beredar, apa saya harus terima atau saya tolak Pak?" Ucap Rina. Sekretarisnya. Ketika Gavin sedang melamun memikirkan betapa bodohnya Gavin.

"Tidak, tolak semuanya" Jawab Gavin. Ya, untuk apa membuang waktu diwawancara kalau opini publik sudah terbentuk dan sulit dihilangkan, satu-satunya cara hanya mematahkan berita itu dengan tindakan nyata. Mungkin Gavin harus segera mencari perempuan untuk dijadikan pacar.

Rina mengangguk mengerti. "Baik Pak, nanti jam 10 Bapak ada meeting dengan tim program sesuai keinginan Bapak" Kata Rina lagi sambil membawa buku agenda yang sering kali dia gunakan untuk mencatat kegiatan Gavin. Gavin hanya menganggukkan kepala saja untuk memberi tanggapan. Ternyata Raka langsung mendengarkan keinginan Gavin. Rina kemudian beranjak untuk keluar kembali.

Drrtt...Drrttt......

Ghani Calling...

"Kenapa?" tanya Gavin

"Lo dimana bang?" suara dari balik telepon terdengar.

"Kantor" Jawab Gavin.

"Oke, Gue kesitu" jawab diseberang telepon. Gavin menatap layar teleponnya, perasaannya jadi semakin gak enak.

***

Ghani masuk ke dalam ruang kerja Gavin tanpa mengetuk pintu. Dilihatnya Gavin tengah duduk dikursi kerjanya dengan beberapa berkas. Ghani langsung duduk di sofa yang berada didepan meja kerja Gavin.

"Kemarin gue telepon hp lo gak aktif Bang" kata Ghani. Tiba-tiba seorang OB datang dengan membawa dua cangkir kopi, sepertinya Rina yang meminta itu.

Gavin beranjak dari kursi kerjanya dan duduk tepat dihadapan Ghani. Adik laki-lakinya.

"Gue matiin" Jawab Gavin. Iya, setelah telepon dari kakak-kakaknya yang sebagian isinya sama yaitu merespon berita gosip yang menyebar dan marah kepada Gavin sekaligus curiga akan kebenaran gosip itu cukup membuat Gavin lelah. Perlu diketahui, Gavin adalah salah satu orang yang tidak suka diusik privasinya sekaligus ketenangan hidupnya, apalagi kalau harus mengurusi gosip murahan seperti itu. Orang-orang terlalu merespon berlebihan apalagi keluarganya. Gavin sendiri heran bagaimana bisa keluarganya mempertanyakan orientasi seksualnya. Sudah jelas Gavin seorang laki-laki, ya pasti menyukai perempuan.

"Kenapa bisa ada gosip itu sih bang, semua orang heboh ngomongin lo" Kata Ghani. Ia menggerakkan tangannya untuk meraih cangkir kopi, lalu menyeruput sedikit demi sedikit kopi itu.

"Nanti juga reda sendiri"

"Tapi beneran kan lo gak gay bang?" tanya Ghani. ia menyimpan cangkir kopi itu kembali.

The Fault in Life [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang