Sudah dua bulan Devira menyandang status sebagai istri sah Gavin Ravindra, selama dua bulan ini pula kegiatannya hanya dihabiskan di rumah, bersih-bersih, menyiapkan makanan, nonton, olahraga kalau lagi mood. Dalam dua bulan ini juga ia dan Gavin hanya menjalankan status pernikahannya dalam acara-acara makan malam. Mempertontonkan kebahagiaan sebagai pengantin baru.
Gavin sudah berangkat kerja sejak beberapa jam yang lalu, pekerjaan rumah sudah beres, semuanya terlihat bersih dan nyaman. Sekarang kebosanan mulai menghampiri Devira, setiap hari seperti ini rasanya cukup membuat pikiran dan hati mumet. Ingin keluar tapi ia belum menemukan teman. Andai saja Ghia bisa diajak keluar, Devira sudah pasti mengajaknya untuk sekedar jalan-jalan, terakhir kali saat acara makan malam Ghia bercerita akan pergi beberapa hari ke Surabaya untuk mengurus acara seminar nasional lagi, lalu setelahnya akan ke Yogyakarta. Perempuan itu sibuk sekali.
Devira bertahan beberapa menit lagi sampai pada tahap ingin meledak. Segera ia berganti pakaian. Devira memutuskan untuk keluar apartemen sendiri, berkeliling di wilayah apartemen. Akhirnya Devira keluar dengan pakaian santai dan topi. Devira mampir sebenar di kedai kopi untuk memesan ice americano, lalu ia mulai berjalan kembali menuju taman apartemen.
sekitar 1,5 jam Devira hanya duduk di kursi taman area apartemennya. Devira kembali ke apartemen tidak lupa ia mencuci tangan dan kakinya, hal itu sudah menjadi kebiasaannya semenjak tinggal di rumah Gavin ini. Dalam pikirannya, tidak boleh sampai ada noda kotoran di rumah Gavin.
Devira membuka youtube di ponselnya, mengklik masakan-masakan, ia jadi berpikir ingin ikut les masak untuk mengisi waktu membosankan. Tapi apa boleh?
Drrttt.....
Dari: Gavin
Devira ke kantor sekarang gue tunggu 30 menit.
Begitu isi pesan Gavin, sangat singkat padat dan tentu saja tidak jelas. Seperti layaknya Gavin saja, tidak pernah ada penjelasan, Devira melihat isi pesannya dengan Gavin yang isinya hanya memerintah dan menurut. Memang Gavin ini tipe bos yang sangat menyebalkan. Kerjaannya memerintah tanpa memberi apresiasi.
Dari pada menunggu lama dan nanti akan kena omel bos menyebalkan itu, Devira segera mandi kembali dan bersiap-siap. untung saja Gavin banyak menyiapkan baju-baju untuk ia pakai ketempat-tempat tertentu jadi Devira hanya tinggal memilih. Devira memilih salah satu dress berwarna caramel dengan desain simple semi formal yang terlihat casual. Mungkin baju ini akan cocok, laki-laki itu tidak memberitahu akan ada acara apa jadi Devira memilih sesuka hati saja.
Meskipun Gavin bilang 30 menit, Devira sudah mencoba sebisa mungkin datang dalam waktu 30 menit, tapi siapa yang bisa memprediksi akan ada insiden kecelakaan yang membuat macet jalanan?
Devira sedikit panik takut Gavin akan memarahinya karena terlambat. Sementara taksi yang ia tumpangi argonya terus berjalan, okay meskipun segala sesuatu pakai uang Gavin termasuk membayar taksi ini, tetap saja jiwa sayang uang Devira meronta-ronta. Akhirnya ia berinisiatif memesan ojek online. Tapi, tidak ada driver yang menyetujui.Drrtt.....
Nomor tidak dikenalDevira sedikit ragu untuk menggeser tombol hijau. Tapi Akhirnya ia angkat juga.
"Halo, Devira, Lo dimana?"
Okay, itu bukan suara Gavin. Mengetahui itu bukan Gavin saja rasanya lega. Itu suara Raka.
"Kejebak macet Kak, Mobilnya ga jalan sama sekali, ada kecelakaan didepan"
"Kecelakaan...."
Devira menatap ponselnya heran karena telpon Raka terputus begitu saja. Devira sudah khawatir, jantungnya berdegup kencang karena resah. Padahal tadi ia ingin bertanya pada Raka tentang Gavin.
Dalam waktu 15 menit posisi taksi Devira hanya maju satu kali. Lalu diam lagi. Ponselnya kembali bergetar. Kali ini dari Gavin. Devira ragu untuk mengangkat telponnya karena takut Gavin akan memarahinya tapi kan ini bukan kesalahan Devira karena terlambat.
"Plat nomor taksi lo"
Nah kan begini, tidak ada sapaan halo atau yang lain, hanya bicara dengan datar.
"Pak Plat nomor taksi ini berapa?" Tanya Devira pada supir taksi. Supir taksi itu menoleh dan mengatakan pada Devira yang diikuti oleh Devira untuk menjawab Gavin. Telpon langsung di matikan.
Huft.
Sejenak Devira menghela nafas, jujur ia masih merasa takut dengan Gavin, jika dibayangkan sebagai kisah dalam film, hidup devira jelas bisa masuk dalam genre romance, drama dan sedikit comedy. Kalau Gavin, Devira yakin hidupnya bergenre thriller menegangkan dan penuh misteri. Devira bergidik karena membayangkan.Tuktuktuk
Suara kaca mobil taksi diketuk cepat. Devira menurunkan kaca mobil lalu terkejut melihat Gavin
"Turun" kata Gavin
Devira hanya mengangguk kemudian membayar taksi dan keluar. Devira segera naik motor Gavin. Gavin melajukan motornya dengan lihai, berbelok dengan ekstrim, tapi tetap safety.
Devira tidak peduli rambutnya akan hancur karena angin, ia juga tidak peduli kalo bajunya akan berantakan, tidak, sebenarnya ia peduli, tapi terlalu takut untuk protes pada Gavin tentang caranya berkendara.Akhirnya sampai juga Devira di kantor Gavin, ini pertama kali ia ke kantor Gavin lagi setelah kejadian itu. Menatap gedung ini rasanya aneh, sedikit rasa traumatik menghampiri Devira. Kalau saja ia dulu tidak datang ke gedung ini mungkin sekarang ia tidak.....ah sudah, buat apa menyesel?
Devira dan Gavin berjalan masuk kedalam gedung. Ia tidak peduli motor itu kemana karena mereka berdua turun tepat didepan gedung. Mungkin akan ada satpam yang memarkirkan, biasanya seperti itu kan?
Lama-lama Devira merasa sedang hidup dalam cerita novel."Mas sebenernya kenapa? Ada apa aku disuruh buru-buru kesini?" Tanya Devira berbisik. Gavin diam tidak menjawab. Devira memajukan bibirnya karena tidak di respon.
"Sabar, robot berjalan namanya juga"
Gavin masuk ke dalam ruangan diikuti oleh Devira dari belakang, Devira cukup terkejut karena lumayan banyak orang yang berkumpul, seperti ada acara perayaan sesuatu. Gavin kemudian duduk di kursi dan diikuti Devira disebelahnya. Devira menolehkan kepalanya menatap Gavin dengar gerakan mata seolah bertanya 'acara apa ini?'. Gavin hanya menggerakan kepalanya meminta Devira merubah posisi supaya duduk menghadap depan.
Okay tenang, cukup tersenyum. Devira mencoba menenangkan diri.
"Okaay, tamu spesial yang udah kita tunggu-tunggu akhirnya datang, Ibu Devira Larissa. Tepuk tangannya guys" ucap seorang laki-laki yang tidak Devira kenal. Devira hanya tersenyum untuk merespon ucapan laki-laki itu.
"Maaf saya terlambat" ucap Devira canggung sambil masih mencoba tersenyum lebar.
"Bu saya denger ibu kecelakaan, makanya Pak Gavin sampe turun tangan langsung" celetuk seorang laki-laki yang posisinya ada diujung meja.
"Iya bu, baru saya liat Pak Gavin sepanik itu tadi" celetuk teman disebelah laki-laki itu
"Namanya juga pengantin baru, pasti lagi romantis-romantisnya saling takut kehilangan" sambung seorang perempuan yang ada didepan laki-laki itu. Semua orang di ruangan itu tertawa, bukan menertawakan tapi seperti menyetujui ucapan perempuan itu.
Celetukan-celetukan karyawan Gavin cukup membuat Devira Speechless merasa tidak percaya. Mana mungkin Gavin mengkhawatirkannya. Mana mungkin Gavin merasa takut kehilangan. Hahaha. Devira tertawa dalam hati, merasa kalau dia sudah seperti badut sekarang.
Devira melirik Gavin sejenak, laki-laki itu tidak merespon apapun, wajahnya tetap sama, datar. Haduh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fault in Life [THE END]
Lãng mạnHidup Devira yang hampir tenang dua bulan ini berubah menjadi rumit kembali. Belum sempat ia benar-benar melupakan masa lalu yang mencekik pikiran dan hatinya, dengan tiba-tibanya hadir Gavin Ravindra seorang Presiden Direktur Grandmedia Group yang...