Sudah seminggu sejak kejadian Gavin secara tiba-tiba melamar Devira di café dekat kantornya. Gavin sendiri tidak berpikir panjang soal itu. Ide itu muncul secara tiba-tiba dalam kepala Gavin. Empat hari lalu mamanya meminta Gavin untuk mengajak Devira makan malam bersama di rumah orang tuanya. Membuat Gavin harus berbohong kalau Devira sedang sibuk bekerja. Gavin semakin bingung ketika Mamanya meminta nomor ponsel Devira padanya. Jelas saja Gavin tidak tahu. Bahkan Devira berada dibelahan bumi mana Gavin tidak tahu. Sepertinya Mamanya itu sangat bahagia bisa bertemu dengan Devira. Membuat Gavin merasa bersalah. Apa Gavin harus mencari tahu keberadaan Devira?
Raka tiba-tiba saja masuk kedalam ruangannya. Akhir-akhir ini sahabatnya itu selalu bolak balik keruangannya untuk konsultasi masalah program baru. Ya, sampai saat ini Gavin masih belum memberikan kata yes pada setiap ide yang diajukan. Membuat tim program kesulitan, dan juga Raka yang jelas ikut menjadi pusing.
"Nih, tim program udah ga tau lagi mau lo apaan, semoga aja lo suka kali ini" Kata Raka. Memberikan setumpuk berkas di meja Gavin.
"Gimana, lo udah beresin soal salah paham itu?" Tanya Raka ketika Gavin membuka berkas yang baru saja Raka berikan. Membuat Gavin berhenti dari kegiatannya sebentar.
"Ga ada perubahan" Jawab Gavin.
"Yaudah lo jadiin dia pacar beneran aja" Kata Raka.
"Gue bahkan udah lamar dia" kata Gavin
"Bentar, What? Serius?" tanya Raka kaget. Raka diam, mencoba mencerna kata-kata Gavin. Hal paling mustahil yang dilakukan Gavin dalam hidup adalah berurusan dengan komitmen. Dan sekarang lihat? Gavin melamar seseorang. Itu mustahil. Raka nyaris tidak percaya.
Gavin menganggukkan kepalanya.
"Waw. Apa lo udah mulai berubah?" tanya Raka. Gavin mengangkat bahu. Lagi-lagi Raka tidak bisa menebak apa yang ada didalam isi kepala Gavin.
"Sebenernya siapa sih cewe itu. Perasaan gue gak pernah lihat dia disekitar lo. Lo nemuin dimana?" ucap Raka penasaran. Gavin memang bercerita tentang salah paham Mamanya yang menyangka Devira sebagai pacarnya. Hanya sebatas itu. Perihal hubungannya dengan Devira tidak pernah ia ceritakan.
Gavin tidak berniat menjawab, Gavin tahu ketika ia menjawab satu pertanyaan, pertanyaan lain akan timbul dan membuat ia pusing karena harus mengarang cerita bohong.
"Apa lo udah kenal dia sebelum dia jatoh dikantor waktu itu? Gue penasaran, siapa itu cewe sampe bikin lo mau komitmen" lanjut Raka. Raka masih menyangka bahwa Devira adalah seseorang yang sudah lama ia kenal. Dan Gavin tidak mau bersusah-susah menjelaskan hal tidak penting.
Menjawab pertanyaan Raka, jelas saja yang membuat Gavin ingin berkomitmen bukan perempuan itu, hanya satu perempuan yang membuatnya ingin berkomitmen, yaitu Mamanya dan alasan lainnya adalah kultur sialan keluarganya. Dua hal itu yang membuat Gavin terjebak dalam pusaran menyebalkan yang paling ingin ia hindari, yaitu komitmen.
Sebenarnya Gavin menyukai komitmen. Tapi komitmen klien-klien nya dan para pegawainya yang tentu saja akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaannya. Komitmen seperti itu yang Gavin tahu dan Gavin inginkan.
"Menurut lo, gue harus gimana?" Tanya Gavin
"Kalau lo emang suka sih ya kejar aja, tapi kalau lo gak mau ya lo jelasin secepatnya ke nyokap lo, sebelum semuanya jadi makin sulit" Jelas Raka.
Gavin menganggukkan kepalanya pertanda mengerti. Ia memikirkan perkataan Raka. Suka? Gavin bahkan tidak tahu bagaimana rasa suka itu, yang jelas ia harus bertemu kembali dengan Devira. Membujuknya supaya mau menerima lamarannya. Kemudian, keluarganya akan berhenti mengoceh, Ghani bisa menikah, gosipnya tidak lagi beredar, dan dia bisa hidup dengan tenang kembali. Itu rencana yang sempurna. Setidaknya bagi Gavin, manusia minim pengentahuan tentang hubungan dan perasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fault in Life [THE END]
RomanceHidup Devira yang hampir tenang dua bulan ini berubah menjadi rumit kembali. Belum sempat ia benar-benar melupakan masa lalu yang mencekik pikiran dan hatinya, dengan tiba-tibanya hadir Gavin Ravindra seorang Presiden Direktur Grandmedia Group yang...