"Julian." Molly memanggilnya diam-diam. Tadinya dia cemas kalau si tuan pendiam membuat kehidupan pernikahannya mengerikan. Tetapi tampaknya dia cukup baik. Setidaknya dia menghargai wanita.
"Sudah bangun?"
"Julian, tadi malam ..."
"Ada apa?"
"Makasih."
"Memang harus berterima kasih, badanku selalu sakit kalau tidur seranjang denganmu." Julian mengejek.
"T-tapi tadi malam kita nggak tidur di ranjang." Molly melongo, membuat Julian tertawa. Bukankah mereka tidur di tenda?
"Jadi apa rencanamu hari ini?"
Molly merasa sangat gembira, "Aku mau jalan-jalan keliling komplek hotel?"
Eh? Keinginan yang aneh, begitulah pikir Julian. Tapi mengingat bagaimana tadi malam, istrinya itu begitu sedih saat terkenang ibunya membuat Julian merasa harus mengalah hari ini.
Molly menarik tangan Julian tanpa ragu, membawanya mengitari komplek hotel. Kegiatan yang tidak pernah dilakukan Julian sebelumnya.
"Julian, pinjam ponsel." Molly berkata.
Julian berdecak, "Tidak bisa." Tidak pernah ada orang yang boleh memegang ponselnya selama ini.
"Ayolah tuan baik hati, aku mau berfoto di sini." Molly menggenggam kedua tangannya dan mengerjapkan matanya. Dia bersikap seperti anak anjing yang lucu sekarang. "Ponselku sering error. Karena sudah kepenuhan."
Dengan berat hati Julian memberikan ponselnya, "Jangan buka yang lain." Nanti Julian harus menyuruhnya membeli ponsel baru, kalau tidak, perempuan itu bakal terus mengkudeta hatinya eh ponselnya.
"Memang kenapa? Apa ada pesan dengan wanita lain?" Molly mengejek.
"Memang kenapa kalau ada?" Julian melihat wajah Molly yang kesal jadi bersemangat menggodanya.
"Kalau selingkuh...."
"Ya gimana?" Julian menyeringai.
"Pertama aku datangin perempuan itu, trus aku jambak rambutnya. Setelah itu aku akan menyiapkan bunga beracun tak terdeteksi." Molly berkata dengan nada serius.
"Terus lelakinya bagaimana? Keenakan dong, kan sama-sama salah."
Molly menatapnya, "Mungkin merendamnya dalam cairan asam sampai daging dan tulangnya hilang."
Benar-benar mengerikan. "Terlalu banyak menonton serial pembunuhan." Julian menggelengkan kepala.
"Julian, kalau kau gimana?" Molly bertanya.
Julian diam, kemudian berkata. "Aku biarkan saja mereka."
"Kenapa gitu?"
"Untuk apa memperjuangkan seorang pengkhianat? Lebih baik mencari kebahagiaan lain."
"Julian, jangan terlalu lemah. Membuat orang menindas kita." Molly refleks meraih tangan Julian dan mengayun-ayunkannya.
"Julian, biar begitu, kita nggak akan pernah tau gimana tindakan kita saat benar-benar mengalaminya." Molly melanjutkan.
"Benar juga."
Molly tertawa sangat manis, cahaya matahari menerpa rambut dan pipinya. Membuat Julian refleks membelai pipinya yang terlihat halus. Wajah Molly berseri-seri dan dia tertawa. Kecanggungan di antara mereka pelan mencair, mungkin karena suasana yang mendukung.
"Juliaaaan, ayo kita foto." Molly memanggil pegawai hotel yang lewat dan mengabadikan kebersamaan mereka. Julian mengikuti saja, dia jadi keikut suasana dan kehebohan Molly.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suspicious Wife
RomanceMolly terpaksa harus berpura-pura menjadi Jane anak dari bos adiknya, menggantikan wanita itu menikah dengan seorang pria. Wajah dan seluruh sifat juga kebiasaan Molly dirubah mengikuti Jane, tapi tetap saja kepribadian aslinya masih mendominasi. Me...