18. Kehamilan

9.7K 690 25
                                    

Hoek! Molly memuntahkan isi sarapannya di hotel. Sudah dua hari dia sakit dan lemas, padahal Moren telah menjadwalkan untuk operasi plastik dengan dokter bedah ternama. Molly pucat, dia menyadari kalau dia telah terlambat datang bulan. Tapi, dia tak berani mengatakan pada Moren. Dia tak ingin menambah pikiran adiknya saat ini.

Molly berbaring, dia menyeka mulutnya. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Molly meraba perutnya, mengoleskan minyak telon. Menghirup aromanya membuat Molly sedikit tenang. Besok jadwal operasi, mana mungkin melakukan saat sedang hamil. Itu sangat berbahaya.

Molly memejamkan mata, tiap pikirannya kosong dia selalu memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh Julian, dia mendesah, tidak mungkin Julian memikirkan dia. Soalnya, Julian pastilah tidak menyadari kalau yang berada di sampingnya saat ini bukan dia. Molly sudah memeriksa berita kemarin, dia bahkan dikabarkan pergi ke pesta amal bersama Jane. Mereka tampak serasi, begitu kata pemberitaan. Di mata Molly juga begitu, Julian dan Jane terlihat serasi.

Kemudian Molly melirik buburnya, masih tersisa setengah. Dia tak bisa memasukkan bubur lagi ke mulutnya. Oh ya ampun, bagaimana dia bisa menutupi hal ini ke Moren. Lagipula, ini bukan salah dia sepenuhnya, yah, dia akui ini salahnya. Seharusnya dia minum pil pencegah kehamilan atau apalah itu. Sayangnya Molly terbawa suasana, terbawa pesona Julian, sekarang dia hamil tanpa suami.

Dia melihat ke sampingnya, ada Niki, tidur seperti mati. Mungkin sebaiknya dia meminta Niki untuk mencari alat pengetes kehamilan sebelum memberitahu Moren. Bisa saja dia cuma masuk angin atau semacamnya.

"N----" Molly diam lagi. "Niki." Molly membangunkannya. "Niki."

Niki bergerak-gerak, "Kenapa Molly?"

"Sepertinya aku hamil."

"Oh." Dia menyahut pelan. Sedetik kemudian Niki meloncat dari tempat tidurnya dan berteriak histeris. Dia menutup mulut dengan kedua tangannya.

"Niki." Sikap Niki sudah dia duga, pastilah akan seperti itu.

"A-apa itu anak Tuan Julian?" Niki masih terbiasa memanggil Julian dengan kata-kata tuan.

"Memangnya anak siapa lagi?" Molly mendesah lemah. Julian satu-satunya yang pernah tidur dengannya, juga pria pertama.

Niki segera berdiri dari tempat tidurnya, dia mondar mandir di kamar itu. Berpikir keras. "Tenang ... tenang ... rileks ...." Niki seperti menenangkan diri,  seolah dia yang hamil saja.

"Niki, aku bingung." Molly berkata lagi.

"Tetap tenang ... tetap tenang ...." Niki berkata, "Apa itu sudah pasti?"

Molly menggeleng, "Aku sudah terlambat datang bulan. Tapi kalau untuk memastikannya, aku belum. Siapa tau hanya masuk angin atau stres. Aku juga merasa lelah."

"Kita harus memberi tahu Moren, Molly. Kau nggak mungkin melakukan operasi saat ini, itu akan sangat berbahaya."

Molly menunduk, "Aku sangat bingung. Tapi ...."

"Tapi apa?" Niki memandangnya.

"Kalau benar hamil, aku ... mungkin aku senang. Di satu sisi aku akan berjuang membesarkan anakku sendiri, di sisi lain aku merasa beruntung bisa mendapatkan seorang bayi dari Julian."

Niki mendekat dan menggenggam tangan Molly, "Kau benar-benar jatuh hati pada tuan Julian ya?"

"Aku nggak tau, Niki, aku dan kamu, kita kan belum pernah suka pada seseorang. Jadi aku nggak bisa membandingkannya. Hanya saja aku selalu memikirkan dia."

"Molly, kalau seandainya memang ada anak dari Tuan Julian. Apa menurutmu dia tidak berhak tau?"

"Aku bingung, Niki. Apa yang harus aku lakukan? Aku terikat perjanjian untuk tidak memberitahukan pada siapapun soal ini."

"Begini, nanti saja kita pikirkan soal Julian. Saat ini kita harus memberi tahu Moren. Molly mungkin, jadwal operasimu harus ditunda. Kecuali kau ingin membuang bayinya."

Molly kaget lalu menggeleng. "Aku nggak mungkin melakukan itu."

Niki menggenggam lagi, "Tenanglah Molly, ada aku dan Moren. Kau nggak akan pernah sendirian."

"Niki, terima kasih." Molly berpelukan dengan Niki dan mereka saling bertangisan.

🌿🌿🌿🌿

Julian membanting gelasnya ke lantai, pecah berderai, dia sendirian di kantor. Sudah berhari-hari ini dia frustasi memikirkan apa yang terjadi, nyata benar adanya, ternyata wanita yang membuat hatinya tergerak bukanlah Jane yang sebenarnya.

Semuanya palsu, belum puas membanting gelas. Julian menghempaskan semua barang di meja. Kemudian menghempaskan tubuh ke kursi kerjanya.

Apa selama ini sikap dan perhatian itu juga palsu? Luar biasa, hebat sekali dia berakting. Siapa dia sebenarnya?!

Julian menelepon pengacara, dia harus segera mengakhiri semua sandiwara ini. Kemarahan berputar di hatinya, setelah semuanya, setelah dia membuka hatinya dan jatuh terperangkap ternyata semua hanya kepalsuan.

Bodoh sekali kau, Julian! Dia memaki dirinya sendiri.

Julian telah melihat tanda-tanda aneh sebelumnya, tetapi dia sungguh tidak menyangka.

Julian mengetahui kalau Jane adalah sosok yang palsu, setelah menyelidiki diam-diam keluarga Renhard. Dia pura-pura seperti orang tolol di depan Jane, memamerkan kemesraan di depan umum. Agar Jane dan ayahnya lengah, sedang dia mencari tahu apa yang terjadi. Julian mengetahui kalau Jane baru saja kembali dari luar negeri secara diam-diam, dia telah menyuap pelayan di kediaman Renhard untuk memberi informasi kapan Jane muncul di rumah Renhard.

Jane yang sebenarnya, Julian telah beberapa kali bertemu. Dia orang yang sangat berbeda, bukankah Julian juga telah meminta Calvin menyelidiki seperti apa Jane itu? Bukankah sangat jelas mereka memiliki kepribadian dan gaya yang berbeda? Tapi, dia dibutakan. Siapapun wanita itu, tidak akan bisa lolos dari kemarahannya. Julian mengepalkan tangan. Dia bukanlah orang yang bisa dipermainkan sesuka hati.

"Calvin!" Julian berteriak. Dia bahkan tidak lagi menggunakan telepon.

Calvin masuk dengan tergopoh-gopoh, "Julian, apa yang terjadi?" Calvin melihat ruang kerja Julian berantakan.

"Cari informasi dengan siapa Renhard bertemu selama setahun ini, setiap jam dan setiap detiknya." Sekarang dia akan mencari tahu siapa wanita penyuka minyak telon itu.

Calvin melongo, "Apa yang terjadi?" Sebenarnya Calvin sudah curiga sejak Julian meminta dia mengawasi Jane lagi, ada sesuatu yang tidak beres. Tetapi dia diam saja.

"Aku akan bertemu pengacaraku, katakan pada office boy untuk membereskan ruangan ini. Tapi awasi dia, jangan sampai melihat-lihat dokumen." Julian berkata.

"Baiklah, Julian." Calvin mengangguk.

Julian kemudian mengambil tas kerjanya dan bergegas keluar. Julian mengingat lagi saat-saat menyenangkan bersama Jane palsu. Dia bahkan makan makanan yang sebelumnya tidak dia makan, pergi melakukan kegiatan yang tidak pernah dia lakukan. Semua, semua demi menjaga pernikahan mereka agar tetap harmonis. Karena dia menyimpan harapan pada wanita itu, dengan tingkahnya yang unik.

Julian merasakan hatinya sesak, dia sampai ingin roboh. Tak percaya kalau ada hal seperti ini. Ditipu mentah-mentah demikian keji. Julian bukannya tidak pernah ditipu, dalam urusan pekerjaan banyak orang yang ingin menipunya. Hanya saja ini suatu yang berbeda, bagaimana bisa menipu perasaan orang lain?

🌿🌿🌿🌿🌿

21/06/21

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang