Molly merasa tengkuknya dingin sejak tadi, dia memperhatikan ruang kerjanya. Seolah-olah ada yang sedang memperhatikan dia. Molly berdiri dan membereskan berkas-berkas di meja, kakinya sakit karena sejak tadi dia harus mondar mandir dari tempatnya ke ruangan manajer untuk melaporkan hasil final rancangan acara untuk gathering mereka. Molly memandangi kakinya, tampaknya dia butuh sepatu baru.
Saat melihat ponselnya, Molly tersenyum seketika, dia mengambil beberapa foto kemarin saat mereka pergi ke rumah Julian. Pria itu pastilah kesurupan, dia bertingkah sangat aneh. Molly keluar dari ruang kerjanya.
"Molly." Saat mendengar namanya dipanggil Molly menoleh.
"Irfan."
Irfan memandangnya dengan serius. Itu membuat Molly semakin heran, pria itu tidak pernah berekspresi seperti itu sebelumnya.
"Aku akan menempel padamu mulai detik ini." Irfan berkata.
"Apa maksudmu Irfan?" Molly aneh dengan tingkah laku Irfan.
"Aku tak menduga kalau aku bisa berdekatan dengan calon nyonya besar, nyonya Julian Decio." Irfan memamerkan senyum khasnya.
"Apa maksudmu, Irfan. Aku nggak mengerti," elak Molly.
"Udahlah Molly, aku rasa Pak Julian tertarik padamu. Apa kalian memang ada hubungan spesial yang disembunyikan?"
"Aku nggak mau menjawabnya," keluh Molly. Tidak bisa menyalahkan Irfan sepenuhnya, perilaku Julian kemarin memang mencurigakan. Seolah pria itu sengaja membuat Irfan mengetahui hubungan di antara mereka. Sontak Molly memegang perutnya.
"Kenapa?" tanya Irfan bingung. Molly menggeleng.
"Irfan, aku harus pergi. Sampai jumpa." Molly dengan segera menjauh dari Irfan. Dia sedang tidak ingin diinterogasi lebih lanjut.
"Eh, Molly."
Molly dengan segera menuju lift, meninggalkan Irfan dengan cepat. Dia jadi marah sekali, bukan karena tindakan Irfan yang menempelinya. Tapi, karena Julian, pria itu, dia tampaknya belum puas menyiksa Molly. Apa rencananya kali ini? Molly memasuki lift yang penuh dengan staf perusahaan yang akan pulang.
Seandainya memang ada hubungan istimewa di antara dia dan Julian, saat ini Molly pastilah merasa berbunga. Tunggu ... kenapa dia malah berpikir begitu? Molly mengenyahkan pikirannya yang bodoh. Tanpaknya, dia terpengaruh oleh tingkah Julian. Molly menghubungi Niki, dia ingin keluar dan bersenang-senang dengan Niki saja malam ini.
Selama ini, sejak Lian berada di tangan Julian, Molly selalu merasa tersiksa sendirian. Dia tidak pernah menyenangkan dirinya sendiri, karena itu, malam ini dia akan membalas Julian dengan bersenang-senang. Walaupun sejak menjadi seorang ibu, setiap kali Molly pergi dia akan selalu ingat pada Lian.
Tubuh Molly terhuyung ke belakang saat beberapa staf mulai masuk ke dalam lift. Kata Niki dia sedikit lebih kurus, sebenarnya akhir-akhir ini, Molly memang merasa tubuhnya lemah. Dipikir lagi itu sejak Julian merebut paksa Lian.
Manusia memang serakah. Molly memikirkan dirinya yang dengan curang memiliki anak dari Julian. Dilihat lagi, dia dan Julian bagaikan bumi dan langit. Molly bertaruh kalau Julian tidak pernah berdesakan seperti yang dia alami saat ini. Sejak kecil, Julian adalah seorang raja. Molly kemudian mengingat ketika hari pertama dia bekerja di kantor pusat, Julian masuk ke lift staf yang sama dengannya. Apa saat itu Julian sudah tahu kalau dia adalah Jane dan bermaksud mengintimidasinya? Molly punya banyak pertanyaan yang tidak bisa dia tanyakan pada Julian.
Molly membayangkan anaknya. Lian berada di sana menjadi pangeran, hanya saja, Molly pikirkan lagi. Lian belum tentu bahagia, dulu Molly selalu merasa bahagia saat keluarganya utuh. Sedangkan Julian, dia kerap merasa kesepian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suspicious Wife
RomanceMolly terpaksa harus berpura-pura menjadi Jane anak dari bos adiknya, menggantikan wanita itu menikah dengan seorang pria. Wajah dan seluruh sifat juga kebiasaan Molly dirubah mengikuti Jane, tapi tetap saja kepribadian aslinya masih mendominasi. Me...