14. Pergi?

9.9K 647 11
                                    

Moren memeluk Molly dengan wajah sedih, mereka diam-diam bertemu di sebuah tempat makan dekat rumah lama mereka. Moren menoleh ke arah Niki.

"Kak Niki, juga sudah tau?" Dia bertanya, melihat Niki datang bersama kakaknya untuk menemuinya dalam pembicaraan ini.

Molly mengangguk, "Dia mencurigai kalau kakak adalah Molly."

"Kalian memang sahabat sejati," Moren meremas rambut, dia melanjutkan, "Baguslah. Aku sangat khawatir membayangkan kakak sendirian di rumah itu. Pastilah seperti neraka."

Molly diam, akhir-akhir ini cukup menyenangkan, pikirnya. Mereka duduk berdua sambil memesan mie tek-tek, sedangkan Niki mondar mandir keluar masuk untuk mengawasi seandainya ada yang mengikuti mereka. Bisa saja Julian masih mengawasi tingkah laku istrinya di luaran, atau pelayan yang dibayar oleh Vania.

"Kak, tiga hari lagi kita akan kabur ke luar negeri." Moren berkata. Molly terkejut. Terdiam lama, memandang adiknya.

"Moren, kita nggak punya kekuatan untuk melakukan itu." Dia mengeluh.

"Kak, serahkan semua padaku. Apa kau tau bagaimana sakit hatinya aku saat membayangkan apa yang harus kakak lakukan demi aku?"

"Moren ... Kamu dapat uang darimana untuk mengurus semua? Jangan lakukan hal ilegal." Molly tampak cemas.

"Tenanglah, aku meminjam uang pada Bella. Aku juga minta bantuan dia, kakak tau keluarganya cukup berpengaruh." Moren menjelaskan, Bella adalah wanita yang menyukai Moren sejak lama. "Kakak bisa segera melakukan operasi face off lagi untuk kembali seperti dulu. Tiap aku melihat wajah kakak saat ini, aku ingin mengamuk."

"Bella? Moren bukannya kamu pernah menolaknya."

"Kak ...." Moren makan seperti lapar, dia bilang sulit makan belakangan ini karena mengkhawatirkan keadaan Molly. "Aku udah nggak perduli, selagi Bella bisa membantuku, aku akan melakukan apapun. Sekalipun harus menjual diriku."

"Moren ...."

"Bersiaplah, waktunya tiga hari lagi, Kak. Kita nggak pernah tau apa yang akan terjadi sambil menunggu Jane kembali menggantikan kakak."

"Moren, itu ...." Molly terdiam. "Kakak ..." Molly bingung menjelaskannya.

"Kita pergi, kalau perlu tidak kembali lagi. Bersembunyi saja, Renhard tidak akan senekat itu mencari. Dia tidak akan mau mengeluarkan uang untuk melacak kita, seandainya kita keluar negeri."

"Moren, bisakan kita menundanya sampai minggu depan?" Molly mendesah.

"Kenapa, kak?" Moren memandangi wajah Molly.

"Aku mau pamitan ke Julian." Molly berkata bingung, dalam tiga hari. Terlalu cepat.

"Berpamitan? Maksud kakak apa?" Moren meletakkan sumpitnya. "Kak? Kau sadar kan tidak mungkin bisa berpamitan?"

"Maksudnya ...." Molly terdiam lagi.

Moren menganga, "Kak, jangan bilang kalau kau jatuh cinta pada lelaki itu?"

Molly diam dan menunduk.

"Kakak?!" Moren sangat kaget. "Apakah kau sadar, dia bukan suamimu."

"Iya, kakak tau. Tapi ...."

"Kak Molly, apa kau tau apa yang akan dia lakukan seandainya kau telah menipunya?"

Mata Molly berkaca, semuanya memang benar. Selama ini Julian baik dan perhatian padanya karena sedang berusaha menjadi suami yang baik. Molly tidak dapat membayangkan seandainya dia tau kebenaran. Mungkin Julian akan membencinya seumur hidup. Mungkin Julian akan menyiksanya.

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang