24. Hutang Nyawa

7.7K 714 40
                                    

Satu bulan kemudian,

Molly menekuni claim-claim dari pihak distributor, dengan bantuan Moren dan pengalaman menjadi admin saat di perusahaan ekspedisi, Molly di terima bekerja di anak perusahaan Decc group. Masih sebagai admin. Di jam istirahat dia makan di kantin seorang diri, sambil menelepon Lian yang semakin besar dari hari ke hari. Molly tidak ingin terlalu akrab dengan staf di kantor, dia sekarang memilih menutup diri.

Sebagai seorang ibu, Molly merasa sedih harus berjauhan dengan anaknya, tetapi dia harus berjuang untuk masa depan yang lebih baik. Selain itu dia punya misi untuk bertemu Julian, sebelum lelaki itu menemukannya.

"Molly, boleh duduk di sebelahmu?" Molly menoleh. Pria itu adalah Anthony dari departemen QC. Entah bagaimana dia mengenali Molly, beberapa kali dia menyapa. Perawakannya cukup tinggi, sedikit kurus dengan rambut ikal dikuncir. Kulitnya coklat karena sering berjemur. Tetapi dia terlihat lumayan tampan.

"Boleh." Molly mengangguk.

"Siapa? Lucu sekali." Dia bertanya, saat melihat Molly masih melalukan video call dengan pengasuh Lian.

"Anakku." Molly berkata, dia menyuap makanan ke mulut. Menu di kantin hari ini adalah sambal hati dengan sayur sawi yang ditumis. Juga ada perkedel.

Anthony mengangguk, "Kau single parent?" Dia bertanya dengan sedikit hati-hati.

"Begitulah." Molly mengangguk. "Apa l terlihat?"

"Tidak terlihat sama sekali." Anthony menggeleng. "Tadinya aku pikir, anak mahasiswi dari mana nyasar di sini."

Molly tertawa, perawakannya yang ramping dengan tinggi 160cm, memang membuatnya terlihat mungil.

"Hari ini cukup sibuk, setelah makan siang orang dari kantor pusat akan datang dan meeting bersama Branch Manager."

Sendok Molly terjatuh, "Benarkah?" I-itu artinya, Julian mungkin akan datang?

"Kenapa kaget sekali? Apa departemen kalian nggak diberitahu?" Dia bertanya, melirik sayur sawi yang disingkirkan oleh Molly. "Kenapa kau nggak makan sayurmu?"

"Aku kurang suka sawi."

"Sini aku makan." Tanpa meminta persetujuan Molly, Anthony mengambili sawi dari piringnya. Molly hanya diam, apa mereka sudah seakrab itu? Tapi,  Molly membiarkan Anthony.

"Aku anak baru, mungkin tidak terlalu penting aku tau apa nggak." Molly berkata.

"Tampaknya kita harus lembur hari ini, kalau orang pusat datang sangat sibuk menyiapkan data dan bahan untuk meeting."

"Begitu ya?" Molly merenung, dia harus mengabari Niki kalau akan pulang terlambat.

Niki sejak diboikot tidak dapat pekerjaan, mulai melatih privat beberapa anak untuk belajar karate. Setelahnya dia akan mengawasi Lian di rumah. Kalau mereka diminta lembur malam ini, Molly sebaiknya meminta bantuan Niki untuk menjaga Lian.

"Molly, begini ...." Anthony terdiam. "Boleh aku meminta nomor ponselmu?"

Molly menatapnya, dia mengangguk, kemudian bertukar nomor dengan Anthony. Anthony melanjutkan, "Sebenarnya, sih, aku bisa dengan mudah mendapat nomormu. Cuma aku ingin minta langsung."

"Iya, nggak apa." Molly tersenyum.

Molly kembali ke ruangan kerjanya yang penuh dengan berkas. Setengah jam kemudian, dia melihat dari jendela kalau tim dari perusahaan cabang telah datang, tapi dia masih belum melihat sosok Julian. Apa dia tertutup? Tidak mungkin. Julian bertubuh cukup tinggi, setidaknya Molly akan melihat kepalanya di kerumunan itu.

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang