"Molly!" Seseorang memanggilnya, seminggu ini tidak ada gangguan dan kehidupannya terasa tenang. Molly jadi berpikir apa peristiwa saat mereka diinvestigasi di kantor polisi itu hanyalah kebetulan. Mungkin sebenarnya Julian belum mengetahui apa yang terjadi?
Molly menoleh, "Anthony."
"Kau baru datang?"
Molly mengangguk.
"Kau selalu naik ojek?" Anthony mengerutkan kening. "Perjalanan hampir satu jam."
"Nggak apa, itu udah biasa." Molly hanya tersenyum.
"Eh, gimana kalau kita bernegosiasi?" Anthony terus menjejeri langkah Molly.
"Soal apa?"
"Kau ikut aku saat berangkat dan pulang, nanti kau bantu aku bayar bensin. Gimana?" Anthony tertawa lagi. "Lagipula, rumah kita satu arah."
Molly terlihat mengerutkan kening, "Tawaran yang menarik. Tapi, aku rasa membayar bensin mobilmu lebih mahal ketimbang berlangganan ojek."
"Jelas nggak, seikhlasnya saja. Lagipula aku bosan di perjalanan sendiri, kan seru kalau ada teman mengobrol."
"Aku pikirkan dulu, ya?"
"Kabari aku kalau setuju." Anthony melambai dan mereka berpisah saat menuju lift.
Peristiwa penyerangan yang terjadi pada Molly saat itu sama sekali senyap, seolah tidak terjadi apapun. Molly dengar dari Vita kalau ruagan tetap rapi seolah tidak terjadi apapun. Molly mulai merasa ngeri, dia mengetahui bagaimana profesionalnya Calvin bekerja. Mungkin mereka menutupi itu karena tak ingin ada yang mengetahui kalau keamanan di kantor tidak bekerja dengan baik. Molly juga tidak bisa telalu lama memikirkan, saat ini pikirannya terbagi.
Manajer mereka telah diganti, sekarang posisi itu diisi oleh seorang wanita lembut dengan wajah keibuan juga berkaca mata, usianya sudah menjelang 50 tahun tapi masih lincah. Molly tidak merasa curiga kalau manajer yang lama terlibat pada penyerangannya. Dia hanya merasa wajar kalau manajer dirotasi.
"Molly, kau mau kopi?" Vita menawarinya. Molly menggeleng, dia tidak minum kopi. Kalaupun ingin hanya sedikit sekedar mencicip, Lian masih menyusu padanya. Vita mengeluh, "Membosankan kehidupan ini."
Molly menoleh ke arahnya, kenapa wanita muda dan menarik seperti Vita berkata demikian? Seolah menanggung beban yang berat saja. Molly hanya menjawab dengan tawa, dia tidak mau penasaran akan kehidupan orang lain, sedang dia punya banyak masalah untuk dipikirkan.
"Molly dan Vita, apa kalian sibuk?" Manajer mereka yang baru, Ibu Catherine bertanya.
Molly dan Vita serentak menggeleng, "Ikut aku untuk pergi mengecek produk ke perusahaan distribusi."
Mereka mengangguk.
🌿🌿🌿
Julian meremas hasil test DNA Lian, sekalipun dia sudah mencurigai tetap saja dia merasa shock. Untunglah, tampaknya wanita itu, Molly tidak berselingkuh dengan lelaki lain. Kalau saja Lian bukan anaknya, Julian akan menyiksanya hidup-hidup. Sekarang dia hanya akan menyiksanya pelan-pelan.
"Hubungi pengacara dan beberapa orang yang bisa dipercaya." Julian memberi perintah pada Calvin. "Ayo kita pergi ke suatu tempat."
"Julian, apa yang ingin kau lakukan?" Calvin bertanya.
Dia merasa ngeri dengan ketenangan Julian, tadinya dia pikir saat membaca hasil test DNA, Julian akan mengamuk. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, sekarang Calvin tidak lagi mampu memprediksi suasana hati Julian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suspicious Wife
RomanceMolly terpaksa harus berpura-pura menjadi Jane anak dari bos adiknya, menggantikan wanita itu menikah dengan seorang pria. Wajah dan seluruh sifat juga kebiasaan Molly dirubah mengikuti Jane, tapi tetap saja kepribadian aslinya masih mendominasi. Me...