Molly berjalan ke ruang makan, dia melihat sarapan yang sebenarnya sudah tersedia di sana. Akhirnya dia bisa menghitung jumlah pekerja di rumah besar milik Juliandra Decio. Sepanjang yang bisa dia lihat ada 5 orang pelayan, 1 supir, 1 tukang kebun dan juga ada dua orang security berjaga di gerbang rumah, sesekali mereka bergantian memeriksa ke dalam. Jarak dari gerbang ke rumah sangatlah jauh, bahkan orang di dalam keluarga harus menggunakan hand talkie untuk berkomunikasi dengan security di depan. Apabila ada tamu atau kurir yang mengantar barang, sungguh kehidupan yang tidak pernah Molly bayangkan sebelumnya.
Otak Molly sebenarnya cukup cerdas, juga telah diperas selama setengah tahun untuk menghapal orang-orang di sekitar Jane dan Julian. Keluarga Decio maupun keluarga Renhard. Mereka tidak memiliki banyak keluarga, tetapi relasi dan orang penting di sekitar sangat banyak.
"Selamat pagi, bu," sambut pelayan Julian. Molly mengangguk, dia baca orang kelas atas tidak boleh bersikap terlalu ramah dengan para pelayan, terutamanya Jane, termasuk tipe yang tampak seperti nyonya besar.
Molly memperhatikan seragam para pelayan, ada warna dan model yang berbeda. Mungkin menunjukkan tingkatan. Bahkan seragam mereka terlihat elegan. Molly sampai berdecak penuh kekaguman.
Dia duduk di meja makan, memperhatikan begitu banyak menu dari roti hingga bubur. Juga ada tiga jenis minuman, air putih, teh hangat dan jus. Molly memikirkan apa yang akan dia minum agar tidak terlihat serampangan dan tak tahu adat.
Ujung matanya menangkap kehadiran Julian, pria bertubuh tinggi dengan rambut lurus itu ikut duduk di meja. Mereka berdekatan. Molly makan dengan khidmat bahkan saking merasuk ke dalam kepura-puraan sebagai Jane, dia jadi agak berlebihan.
"Kenapa sikapmu aneh?" tanya Julian.
"Sikap apa?" Molly balas bertanya.
"Entah, terlihat kaku."
"O-oh tentu saja, ini sarapan pertamaku bersama suami. Jelas saja aku gugup," kata Molly berkilah.
Padahal sekali lihat juga tampak jelas siapa yang kaku di sini, malah ngomongin orang. Molly mengomel sendiri. Terkadang manusia tidak bisa menilai dirinya sendiri.
"Badanku sakit semua," kata Julian. Kata-kata itu mulai menarik perhatian Molly. Dia menghentikan suapan bubur untuk menatapnya, pria itu kerap masuk dalam majalah-majalah bisnis, katanya dia jenius. Dia telah mengembangkan bisnis perkebunan dan melakukan produksi hingga ke luar negeri.
"Memang kenapa? Ooh ... mungkin kau terlalu banyak minum tadi malam, Julian." Molly menyunggingkan senyuman manisnya.
"Ada yang tidurnya sangat heboh, badanku ditendang-tendang." Julian terlihat jelas sedang mengejeknya.
Molly tersipu, sekalipun dulu dia adalah mantan ketua geng sekolah tetap saja dia perempuan. Siapa yang tidak malu di katai tidur tidak tenang, oleh seorang lelaki tampan pula.
Tetapi bukan Molly namanya kalau tidak bisa memikirkan kalimat balasan,
"Badan sakit-sakit karena di sentuh sedikit oleh perempuan, masih bilang dia lelaki?"Dia melotot kesal, bersiap untuk membalas kalau pria di hadapannya marah. Tetapi mengherankan, Julian malah tertawa kecil. Molly jadi kesulitan membaca kepribadiannya. Dia memperhatikan pelayan menuangkan bubur ke mangkuk Julian, dan pria itu dengan sangat anggun mengambil sendok di piringnya. Seperti gaya slow motion dari zaman di mana raja-raja berkuasa, sikap Julian terlihat seperti bangsawan abad pertengahan yang Molly dengar dalam cerita dan film.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suspicious Wife
RomanceMolly terpaksa harus berpura-pura menjadi Jane anak dari bos adiknya, menggantikan wanita itu menikah dengan seorang pria. Wajah dan seluruh sifat juga kebiasaan Molly dirubah mengikuti Jane, tapi tetap saja kepribadian aslinya masih mendominasi. Me...