32. Bertahan

8.1K 736 64
                                    

Molly sejak tadi terbaring lemas di atas tempat tidurnya. Bahkan Lian yang bangun dan menjerit-jerit seperti terabaikan. Setelah Julian pulang, Molly mulai merasakan ada sesuatu yang tersirat dalam ucapan pria itu. Apa dia sudah tau? Ataukah dia mencurigai sesuatu? Molly duduk dan mengangkat Lian, begitu cemas dan takut.

Bagaimana kalau Julian tahu? Julian akan mengambil Lian dari pelukannya. Tidak! Dia tidak bisa membiarkan itu. Seluruh tubuh Molly bergetar keras. Benar kata Moren, pergi bekerja ke kantor Julian adalah hal yang ceroboh.

Masih dengan tubuh gemetar, Molly menekan tuts ponsel.

"Moren, apa bisa kau pulang sekarang?"

"Kenapa, Kak?"

"Moren, jangan bertanya dulu."

"Oke kak, kau ingin dibawakan sesuatu?"

"Bawakan kakak eskrim coklat yang banyak."

Moren menutup teleponnya. Molly meletakkan tubuh Lian di atas tubuhnya, Lian tertawa-tawa sekarang. Dia menepuk pipi Molly.

"Lian, maafkan mama. Di dunia ini, Lian nggak bisa tinggal bersama papamu itu semua karena keegoisan mama." Molly mengecup pipi Lian. Seperti mengerti Lian diam dan memandangi wajah ibunya.

🌿🌿🌿

Julian menekan meja kerjanya, dia segera meminta Calvin kembali dari lokasi pabrik. Karena tadi dia tidak jadi melakukan kunjungan ke sana, Julian meminta Calvin sebagai orang kepercayaannya yang datang.

Begitu mendengar bunyi pintu ruangannya dibuka dan sosok Calvin masuk.
Julian segera menyerahkan tabung pada Calvin, "Cek DNA-nya."

Calvin meringis, "Apa ini? Seperti bulu?"

Julian menegang berkata dengan sedikit emosional, "Itu rambut anak manusia."

Calvin menghela nafas panjang, di perhatikannya Julian yang tampak mematung di ruangan. Dia tahu itu pastilah terjadi sejak Julian kembali dari rumah Molly. Kenapa orang-orang hobi menyiksa diri sendiri? Calvin menggelengkan kepala.

"Dan batalkan janji temu ataupun meeting untuk tiga hari ke depan. Cukup laporkan masalah yang sangat penting."

Calvin tidak tahu apa yang ada dipikiran Julian saat ini. Mungkinkah Julian sendiri tidak memahami perasaannya? Kata orang rasa benci sangat dekat dengan cinta yang tak terbalaskan.

"Aku tau, ini rambut anak Nona Molly bukan? Apa kau mencabutinya Julian? Sangat mengerikan. Ini penyiksaan terhadap anak kecil."

"Jadi apa yang harus kulakukan? Membawa gunting di tanganku? Tidak sekalian katakan kalau aku telah mengetahui semuanya? Mengatakan kalau dia adalah komplotan penipu?" Julian kesal.

Hati siapa yang tidak perih. Tadi, saat Julian mencabut rambut Lian yang halus, bocah itu menangis. Tetapi Julian cepar membujuk sehingga dia diam dan tertawa lagi. Julian merasakan hatinya diperas dan nelangsa, saat matanya bertatapan dengan mata bening Lian. Oh astaga, sedetik setelah hasil test DNA keluar dan Julian memastikan anak itu darah dagingnya dia akan segera mengambil anak itu dari wanita keji bernama Molly.

Sejak pertemuan mereka tadi dia terlihat cemas dan takut, namun, hati manusia tidak ada yang tahu. Bisa saja dia tengah merencanakan sesuatu yang jahat, atau dia berakting seperti wanita yang tidak tahu apa-apa.

"Ya, kenapa kau tidak katakan semuanya? Katakan kalau kau tau dia dulu berpura-pura menjadi Jane, tanyakan alasannya. Kalau dia bilang dia diancam, katakan kalau kau ingin membuka lembaran baru. Mungkin kalian bisa mulai mencoba lagi untuk berkencan."

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang