9. Menangis

7.3K 639 10
                                    

Molly menerima telepon dari adiknya, Moren.

"Kak, apa kabarmu baik?" Dia terdengar khawatir.

"Moren, kakak nggak apa. Semua baik, kau fokus saja menyelesaikan skripsimu."

"Kak, aku minta maaf. Ini semua salahku, aku akan cari cara menyelesaikan masalah ini secepatnya."

"Sudah, kau jangan berpikir macam-macam." Molly berbisik.

"Pak Renhard kemarin bicara denganku, dia ingin bertemu denganmu hari ini."

Bukankah dia berada di luar negeri?

"Telepon siapa?"

Molly segera menutup telepon. Jantungnya terasa berhenti berdetak, "Aa-- itu pelayan di rumah. Aku harus mengambil beberapa barang."

"Aku nggak bisa mengantar, Jane, pakai saja supir."

"Julian, aku akan pergi bersama Niki, ... Niki memiliki sim."

Juliat mengerutkan kening, "Jane, bisa kau tidak membantahku? Membantah seorang suami berdosa besar."

Molly jadi diam, sekarang Julian ingin berperan sebagai suami. Eh, biar demikian Julian kan memang berusaha menjadi suami yang baik. Terlepas dari ketidaksukaan mereka di awal, sekarang hubungan mereka cukup akrab. Molly akhirnya mengiakan.

Gaun Molly mengembang di bagian bawah, beberapa orang mengatakan style-nya berubah. Bukan salahnya, mana ada manusia yang bisa menjadi seseorang lain dengan begitu cepat, terkadang Molly juga bisa lupa.

Dia memasuki rumah kediaman Renhard, tidak sebesar rumah keluarga Julian tapi tetap terlihat besar di mata Molly. Masih dia ingat bagaimana suara tangis dan ratapan Molly dulu menggema di rumah ini, saat mereka ingin memenjarakan adiknya. Moren.

"Pak Renhard." Molly menanggil, sekuat tenaga dia berjuang untuk tidak terlalu lemah di hadapan pria itu.

"Bagaimana hubunganmu dengan keluarga Julian?" Dia masih bertanya, padahal Molly menduga kalau dia sudah mengirimkan mata-mata ke sana.

"Cukup buruk, seluruh keluarga kecuali ayahnya membenci Jane."

"Lancang!" Renhard menghardik. Tapi itu kenyataan, bagaimana dia bisa berpikir Molly akan memiliki hubungan yang baik, kalau sejak awal Jane dicap buruk. "Jangan mengarang, Jane disukai semua orang."

Orang tua kadang tak melihat realita juga kenyataan.

"Pak Renhard, terserahmu mau percaya apa tidak. Saat ini aku sudah berusaha keras, apalagi maumu?"

"Katakan pada suamimu kalau perusahaan kita memerlukan suntikan dana."

Molly kaget seperti tersambar petir, dia bahkan mundur satu langkah. Meminta uang untuk suntikan dana perusahaan jelas berbeda dengan meminta uang untuk belanja.

"Tidak ada dalam perjanjian kalau aku juga harus menguras harta Julian." Molly murka.

"Menguras harta?" Renhard bangkit dari kursinya. "Apa kau tau berapa jumlah kekayaannya? Bahkan tidak akan ada artinya jumlah yang aku minta."

Ternyata benar ejekan Vania, perusahaan keluarga Jane telah bangkrut. Sekarang mereka menyiksanya, seolah belum cukup dia menggadaikan harga diri.

"Aku menolak! Kalau mau, minta sendiri."

Renhard mendelik, tidak dia sangka susah sekali menekan perempuan muda di hadapannya ini. "Jangan lupa kalau aku bisa dengan mudah melaporkan adikmu ke polisi."

"Dasar brengsek." Molly menahan amarah, "Pria yang tidak menepati janji lebih hina dari apapun."

"Terserah yang kau katakan, aku butuh dananya dalam waktu 2 hari. Ingat 2 hari." Renhard memukul meja dan pergi meninggalkan Molly yang gemetar, tidak tahu perasaannya sangat marah atau sangat hina. Dia dan Julian telah berteman, sekarang Molly mau meminta uang untuk keluarganya. Apa yang akan Julian katakan?

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang