27. Niat

7.6K 681 26
                                    

Molly menggigit bibir, dia menekuni file di komputer. Mencetak beberapa invoice. Molly memikirkan lagi uang yang masuk secara tiba-tiba. Bingung apa yang harus dia lakukan, apa sebaiknya dia menceritakan pada Moren dan juga Niko  jadi mereka bisa memutuskan apa yang sebaiknya dilakukan? Nur, teman seruangan Molly menepuk pundaknya.

"Molly, kenapa wajahmu jadi muram setelah ke kantor pusat kemarin?" Dia bertanya penuh rasa penasaran. Jelas saja semua orang di kantor ini terutama wanita berharap menjadi Molly saat itu, menyelamatkan bos besar lalu mencuri sedikit perhatian darinya sebagai bujangan paling populer abad ini.

"Itu perasaanmu aja, Nur. Aku sedang mengerjakan banyak claim." Molly berkata sambil terus menekuni pekerjaannya.

"Molly, apa kau menyukai parfum yang kemarin?"

Molly mengingat, saat mau pergi ke perusahaan pusat. Nur berkata kalau baunya aneh, jadi dia menyemprotkan parfum miliknya.

"Wanginya enak, dari bahan alami. Ayolah beli Molly, untuk teman aku diskon 10 persen." Dia masih membujuk Molly. Nur orang yang terbuka, di kantornya saat ini Molly menjaga jarak dengan yang lain, hanya dengan Nur dia cukup akrab.

Akhirnya Molly mengangguk karena tidak tahan direngeki, Nur tertawa sumringah. Dia mengambil parfum yang baru dan meminta Molly berfoto bersama. Nur mengambil foto, "Untuk testimoni." Dia berkata.

Molly ikut tertawa.

"Jadi, ceritakan tentang pertemuan dengan Pak Julian? Apa dia seperti yang dikatakan oleh orang-orang?" Nur menginterogasinya.

"Orang-orang bilang apa? Aku nggak tau."

"Kaku, dingin dan nggak bersahabat. Bukankah Pak Julian bahkan tega menghancurkan bisnis mantan istri dan mertuanya?"

Molly menoleh, dia menyuruh Nur memelankan suara.

"Jangan bicarakan bos begitu. Dia orang yang baik dan hangat." Molly berkata.

"Itu udah rahasia umum." Nur berbisik, "Kalau dia bukan orang yang dingin, berarti istilah itu, marahnya orang diam itu mengerikan."

"Mungkin ada cerita di balik itu, kita kan nggak pernah tau."

Nur menepuk pundak Molly lagi, "Wah ... wah ... ternyata manusia memang punya sikap yang berbeda. Jadi Pak Julian baik padamu karena telah menyelamatkan nyawanya.

"Nur, kau nggak kerja? Nanti kena tegur."

Nur hanya tertawa, "Aku lagi nunggu faktur dari distributor." Nur mencubit pipi Molly.

"Nur, apaan sih?" Molly menepis tangannya. Nur malah terkikik.

"Molly kenapa kulit mukamu lembut banget, aku padahal udah pake semua jenis krim tapi mukaku kusam. Jangan bilang kau cuma pake sabun bayi." Nur mendengus.

Molly menggeleng, "Mungkin udah keturunan. Karena adikku juga nggak jerawatan." Molly menyebutkan krim yang beredar di pasaran dengan harga cukup terjangkau, dia telah memakainya sejak remaja dan cocok.

"Perusahaan kita mau ekspansi ke produk perawatan dan kecantikan. Sepertinya akan sangat sibuk nanti." Nur berkata lagi, "Molly, adikmu yang ganteng itu udah punya pacar?" Moren pernah beberapa kali menjemputnya, ternyata diam-diam banyak yang memperhatikan adiknya itu. Molly merasa geli.

Molly melirik Nur dan tertawa, "Nur, bukankah kau udah punya pacar?" Setahu Molly, Nur juga beberapa kali pulang dijemput oleh kekasihnya.

"Yah, tapi nggak ada salahnya bukan sekedar mencuci mata dengan pria tampan? Andai kita kerja di perusahaan pusat. Tiap hari aku akan memandangi Pak Julian dan asistennya, Pak Calvin."

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang