21. Pulang

7.7K 700 20
                                    

Enam bulan kemudian,

Moren membuka pintu rumah bewarna putih yang mungil, halamannya juga tidak terlalu luas. Tetapi sudah banyak sentuhan. Ada rumput jepang juga bunga alamanda merambat di pagarnya.

Molly menurunkan topi bayi dalam gendongannya, bayi yang sangat tampan. Begitu mirip ayahnya. Ayah yang belum pernah melihat dia.

"Surprise!" Niki melepas balon-balon bewarna biru.

"Niki!" Mata Molly seketika berkaca, dia melihat tulisan, welcome home baby boy bewarna biru di tembok.

Niki meletakkan tangannya di kedua pipi Molly. "Sempurna, kembali seperti Molly yang dulu."

"Niki." Molly tertawa.

"Hei, apa kalian mengalami jetlag?" Dia bertanya.

"Aku tidak, tapi mungkin Lian." Molly menatap bayinya, dia diberi nama Lian. Mengambil bagian dari nama ayahnya. Usianya sudah lima bulan, dia gendut dan menggemaskan. Pipinya seperti bakpao, bibirnya merah, hidungnya belum terlihat mancung atau pesek karena pipinya yang begitu gendut seolah hidungnya tertarik.

"Dia tidur?" Niki mengambil Lian dari gendongan Molly. Dia berdecak, "Waktu sangat cepat berlalu. Sudah gede."

"Benar." Molly menyapu ruangan dengan mata, ada kue juga di atas meja makan. Niki menyiapkan semua. Molly melingkarkan kedua tangan ke leher Niki. "Niki, kita menikah saja." Molly berkata.

Niki tertawa, "Hei, kau nggak sefrustasi itu kan, Molly?"

Moren duduk di meja makan, setelah dia membawa koper ke kamar Molly juga kamarnya. Hanya ada dua kamar di rumah mungil itu, Moren terpaksa membawa kakak dan keponakannya pulang karena dia diminta menyelesaikan masalah di perusahaan di sini. Dia berharap, Julian tidak menemukan mereka selamanya. Moren masih terus mencari informasi mengenai pria itu, tetapi bulan-bulan terakhir tampak tenang.

"Niki, apa kau masih bekerja di restoran jepang?" Molly bertanya. Niki mengangguk.

"Aku mengganti namaku menjadi Neine." Dia berkata. Moren berdiri untuk menyiapkan troli bayi, meletakkan Lian yang tertidur di sana. Dia juga harus merangkai box Lian di kamar, tetapi box itu masih berada dalam kardus. Nanti sajalah, dia sedikit lelah karena perjalanan.

Molly tertawa, kemudian dia diam. Teringat pada Julian.

Kau mau aku panggil Nene?

Oh astaga, setiap saat dia selalu teringat pada Julian. Pria itu sekarang telah bahagia bersama Jane. Dia tidak boleh mengingatnya lagi, itu hanya masa lalu. Molly menggelengkan kepala untuk menghapus bayang Julian dari pikirannya.

"Kenapa jadi diam?" Niki bertanya, dia mengeluarkan makanan dari microwave. "Ini makaroni panggang, rasanya enak. Top deh."

"Sini ... sini ... aku lapar banget." Molly menjulurkan tangan. Niki meletakkan sebuah makaroni panggang lagi di depan Moren. Dia memberi kode pada Moren.

"Aku akan memeriksa halaman belakang." Moren berkata, dia pergi ke pintu belakang. Niki mengikutinya.

"Mau ke ... pfft mana?" Molly bertanya dengan mulut penuh, padahal makaroni itu masih cukup panas tapi dia sudah lapar sekali.

"Aku mau menjelaskan pipa saluran air pada Moren." Niki menjelaskan. Molly mengangguk.

Moren melipat kedua tangan, bersandar pada dinding di teras belakang, "Ada kabar apa?"

"Beberapa hari lalu ada orang yang bertanya tentangku di restoran." Niki berkata.

"Maksudmu orang Julian?" Moren mengerutkan kening.

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang