48. Penggemar

8K 835 81
                                    

"Apa kakak sudah mengetahui siapa orang yang mengirimkan barang-barang kemarin?" Moren bertanya pada Molly,  karena Molly tidak membahasnya lagi.

Molly mengangguk, membuat Moren mengerutkan kening. "Siapa?"

"Itu Julian," jawab Molly.

Moren seketika terbangun dari kursinya, "Julian?!"

Moren kemudian terdiam, dia kembali duduk walau wajahnya masih menyiratkan keheranan. "Kenapa dia melakukan itu, Kak? Apa yang dia rencanakan?"

"Entahlah, kakak juga tidak mengerti. Yang pasti, kakak berpura-pura tidak mengetahuinya."

"Apa sudah bisa dipastikan kalau itu memang Julian?"

Molly menggeleng, karena itu dia tidak ingin bertanya pada Julian. Bagaimana kalau seandainya itu bukan dia? Julian pasti akan menertawai dan berkata kalau Molly terlalu percaya diri. Molly nantinya tidak akan bisa menampakan wajah lagi di hadapan pria itu karena malu. Hanya saja, Molly tidak bisa memikirkan siapa lagi yang berinisial J selain Julian.

"Apa Julian jatuh cinta padamu, Kak?"
Molly tertawa mendengar pertanyaan Moren. 

"Itu tidak mungkin, Moren."

"Kalau begitu, kemungkinan dia memang ingin merencanakan sesuatu. Kita harus berhati-hati menghadapi pria seperti Julian."

"Kakak mengerti Moren, kakak berharap ini semua berakhir. Tapi kenyataannya tidak bisa semudah itu, saat ini, kakak tidak mengerti apa yang harus kakak lakukan."

"Kenapa harus bingung? Menjauhkan diri saja dari pria itu, aku tidak bisa mengerti kenapa kakak malah menolak untuk resign."

Molly tidak mau mengakui pada Moren kalau tadinya dia berencana menggoda Julian, berharap Julian bisa luluh dan mungkin, dengan begitu dia bisa bertemu dengan Lian.

Namun, semakin dia berpikir. Molly makin tidak tahu, apakah rencana itu akan berhasil atau tidak? Ditambah lagi, mendadak Julian mengirimi dia banyak hadiah juga bunga-bunga yang indah.

Bukannya Molly ingin berpikir negatif kepada pria itu, akan tetapi, beberapa kejadian sebelumnya membuat Molly sangat kesal. Belum lagi Julian menyuruh orang untuk menyerang dan menyakitinya. Bukankah itu tidak termaafkan?

Sebenarnya, Molly berharap Julian akan jatuh cinta padanya, setelah itu dia akan merebut Lian kemudian mencampakkan Julian. Mau bagaimana lagi, Molly memang tidak bisa berpura-pura. Dia takut nanti dia akan mendapatkan balasan atas apa yang telah dia lakukan.  Atau, bisa saja Lian yang terkena karena ulah orang tuanya. Molly akhirnya memutuskan untum membatalkan rencana itu.

"Oh ya, bagaimana dengan pria itu? Siapa namanya, Anthony?" tanya Moren lagi.

"Anthony? Kenapa dia?"

"Sepertinya dia menyukai kakak," Moren tersenyum simpul, "Kakak sebaiknya mencoba menjalin hubungan dengan pria lagi, bukan?"

Well, Molly bukannya tipe orang yang tidak peka. Dia memang mencurigai kalau Anthony menyukainya, dilihat dari tingkah laku dan sinyal yang diberikan laki-laki itu selama ini. Dalam satu kesempatan, dia juga pernah berkata tidak keberatan seandainya menjadi ayah dari Lian. Molly kemudian tersadar sudah beberapa hari Anthony tidak menghubungi, juga tidak terlihat di kantor.

Sebagai seorang teman, mungkin tidak salah kalau Molly menghubunginya terlebih dahulu untuk menanyakan kabarnya.

Molly kemudian kembali ke kamarnya, dia mengecek grup-grup kantor dan beberapa orang mengirimkan link pemberitaan tentang perusahaan. Molly membukanya, terpampang artikel mengenai Julian dalam pose sangat keren. Molly mengeluh, bukan, Julian memang selalu terlihat keren. Ada istilah mengatakan kalau saat dia lahir, dia terlilit tali pusarnya. Jadi baju apapun yang dikenakan akan membuatnya terlihat memesona.

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang