41. Cemburu

9.8K 824 61
                                    

Molly membuka matanya, "Anthony?" Dia bertanya lemah. Karena meragukan penglihatannya.

"Hai." Anthony tersenyum. Molly memeriksa sekeliling, itu adalah kamar tidurnya. Tanpa Lian, hati Molly terasa sesak.

"Ada apa ke sini?" Molly bertanya lagi, dia cukup kaget melihat kedatangan Anthony di rumahnya.

"Molly, kau udah beberapa hari nggak kerja, terus aku kirim pesan juga nggak balas. Jadi, aku berkunjung." Anthony tersenyum. Molly melirik meja di kamarnya, ada buket bunga mawar di sana. Kapan terakhir Molly di bawakan bunga? Tentu saja, saat menjadi istri palsu Julian.

"Makasih. Aku ...."

Anthony mengangguk, "Aku menyimpulkan sedikit ceritanya. Tampaknya, kau berselisih dengan---" Anthony menatapnya, "---dengan ayah anakmu, bukan?"

"Apa adikku cerita?"

Anthony menggeleng, "Aku pikir begitu, karena kau bilang punya seorang baby. Tapi, tidak ada di sini. Lagipula, kau sampai jatuh sakit karena stres dan kelelahan. Kau sangat kurus Molly."

Molly memejamkan mata kemudian membukanya lagi, "Makasih atas perhatianmu, Anthony."

"Nggak usah sungkan." Pria itu tersenyum lagi. "Ohya, kalau kau butuh bantuan untuk mengambil anakmu kembali, aku bisa merekomendasikan seorang teman."

Molly merasa terharu, dia mengangguk. Walaupun tidak yakin kalau bisa melawan Julian, bahkan Renhard dan Jane bisa dimusnahkan sampai ke akar. Molly tidak pernah mendengar kabar dari keluarga mereka lagi hingga sekarang.

"Lagipula, anak-anak haruslah bersama ibu mereka."

Seharusnya memang begitu, tapi ....

"Aku pamit dulu, cepat sembuh. Katakan kalau kau ingin jalan-jalan, aku siap jadi guide-nya." Anthony tertawa.

Mau tak mau Molly ikut tersenyum, dia memandangi Anthony menghilang dari pintu kamarnya. Beberapa saat kemudian, melihat Niki masuk.

"Niki, kau di sini."

"Bukanmya udah jelas?" Niki menjawab.

"Jangan memarahiku, aku lagi nggak ingin mendengarnya."

Niki duduk di samping Molly, "Aku memang ingin marah. Kau menyiksa dirimu sendiri, Molly. Sudahlah, sekarang yang penting kau pulih dulu. Soal Lian, aku dan Moren telah menyusun beberapa rencana."

"Apa Moren pergi bekerja?" Molly bertanya. Niki menggeleng.

"Dia pergi bersama Bella membeli vitamin dan makanan."

Molly mengangguk. Dia menatap wajah Niki, setidaknya Tuhan mengirimkannya seorang sahabat yang selalu ada saat Molly merasa senang atau sedih. "Niki, menurutmu kalau aku berlutut pada Julian, dia akan membiarkanku bersama Lian?"

"Molly, hentikan. Pria itu sudah membuatmu seperti ini, kau masih ingin meminta belas kasihan padanya? Dia pria yang nggak punya perasaan."

"Julian, dia sebenarnya orang yang baik ...." Tapi, Molly bahkan meragukan ucapannya.

Julian terlibat pada kasus penyerangannya saat itu? Padahal Molly berusaha lunak padanya karena melihat Julian sangat cemas dan khawatir padanya. Ternyata, itu semua hanyalah akting. Pria seperti apa dia? Ayah dari anaknya. Molly seperti tak mengenalnya.

"Molly udahlah. Daripada begitu, move on saja. Cari pacar lagi, menikah dan melahirkan anak sebanyak-banyaknya." Niki tampak berusaha menghiburnya, walau caranya salah. Hati Molly malah semakin sakit mendengar itu. "Pria tadi cukup tampan."  Niki menggoda.

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang