16. Gelisah

7.9K 607 31
                                    

Julian menunggu dengan gelisah, kenapa Jane lama sekali? Dia melirik jam tangan. Hampir pukul delapan. Apa sakit ayahnya sangat parah? Yah, Julian bukannya tidak mengecek kondisi keuangan ayah mertuanya itu, perusahaannya tengah dilanda masalah. Tadi, Julian berkata pada Jane agar dia datang menjemput. Tetapi, Jane menolak, lebih baik bertemu di restoran. Dia berkata.

Saat melihat sosok menawan masuk, Julian segera berdiri dengan buket di tangannya.

"Cantik sekali." Julian memuji.

"Hmm ... thanks." Jane menerima bunga itu dan menghirupnya. Julian menarik kursi. Jane memperhatikan, Julian memang tampan juga cerdas. Hanya saja dia kaku dan membosankan, dia juga tidak pernah melirik Jane sejak dulu saat mereka kerap menghadiri pesta-pesta kelas atas.

Jane minum mocktail-nya dengan anggun. Dia memperhatikan Julian yang tersenyum memandangnya.

"Kau menyewa seluruh restoran untukku, Julian?" Jane bertanya. Luar biasa sekali, ternyata dia pria yang mampu melakukan itu.

"Ayo bersulang." Julian mengangkat gelas.

"Untuk?" Jane mengibaskan rambutnya, tergerai indah di bahu. Itu adalah cara menggoda pria yang cukup efektif selama ini.

"Untuk kehidupan pernikahan yang lebih baik." Julian tersenyum. Dia memandangi Jane dengan senyum simpul.

"Kenapa, Julian?"

"Kau terlihat sangat cantik, Jane." Julian berkata seraya menikmati daging domba di hadapannya.

"Sejak dulu begitu, bukan. Dan kau juga tampan, Julian." Jane memilih kalimat dengan hati-hati, agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Pemain musik datang dan melantunkan lagu cinta yang lembut. Lagi-lagi Jane terkejut.

"Julian, kau menyiapkan ini semua?"

"Kau suka?"

Jane mengangguk. Tetapi, aku benci baju ini. Seperti karung saja. Tidak memperlihatkan kulitku yang sexy, keluh Jane. Ini sama sekali bukan gayaku.

"Bagaimana kabar papa?" Julian bertanya.

"Sudah lebih baik, setelah aku datang."

"Baguslah, katakan kalau papa membutuhkan bantuan untuk perusahaan lagi." Julian berkata.

"Julian, kau baik sekali." Jane tersenyum. Lebih baik lagi kalau kau segera memberikan lebih banyak uang, Jane tersenyum simpul.

"Jane, apa kau ingin berdansa?" Julian bertanya.

"Terserah kau saja, Julian." Jane meletakkan garpu dan pisaunya. Julian menatap lekat. Jane meletakkan kedua tangan di dada pria itu, Julian terus tersenyum.

Bisa juga pria ini bersikap hangat? Jangan bilang kalau dia melakukan ini karena Molly. Jane menggeleng, itu tidak mungkin. Julian pastilah telah tertarik pada kecantikannya.

"Ada apa?" Julian bertanya, dia memperhatikan Jane yang sedikit gelisah.

Jane menggeleng, "Aku hanya memikirkan sesuatu."

"Tidak mau bercerita?" Mereka berdansa dalam alunan musik yang lembut.

"Yah, nanti saja."

"Apa kau pergi ke salon Jane?" Julian bertanya.

"Tentu saja, aku ingin terlihat cantik malam ini, Julian." Jane menjawab.

"Tanpa perlu melakukan itu, kau sudah cantik."

Jane tersenyum, dia sudah sering menerima pujian seperti itu dan terbiasa.   Setelah berdansa, mereka menikmati minum dan mengobrol tentang beberapa hal.

Suspicious WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang