Sepasang sepatu high heels menghentak di dalam lift, tubuh semampai dengan rambut pirang juga kacamata hitam serta baju yang terlihat glamor dan tas branded terlihat di sana, di balik kacamatanya dia menatap dengan penuh kemarahan.
Kali ini dia akan melakukan segala cara untuk membalas pria yang telah menghancurkan harga dirinya sampai berkeping, orang yang telah membuat mereka jatuh dari antara bintang-bintang ke dasar tanah.
Julian kau bajingan, dia menggeram marah. Tunggu pembalasanku.
***
Molly membenarkan kerah kemejanya saat dia kembali ke ruangan kerjanya, dia mengambil buku-buku dan memasukkannya ke dalam tas, bersiap untuk pulang.
Betapa bahagianya dia hari ini karena nanti malam akhirnya diizinkan untuk bertemu dengan Lian. Setelah sekian lama, Molly berdoa agar hantu baik yang merasuki Julian tetap berada di sana selamanya.
"Molly, kau mau pulang?" Mendadak Irfan muncul di ruangan kerja mereka.
"Ya Irfan, ada apa?"
Beberapa pasang mata tampak mulai memperhatikan.
"Rancangan untuk gathering harus masuk besok dan akan dipresentasikan. Ada beberapa revisi dari pembahasan---."
"Tapi ...." Bagaimana ini, Molly sudah berjanji pada atasannya untuk berkomitmen dan berkontribusi dalam kegiatan ini. Sungguh tidak adil kalau Irfan mengerjakan seorang diri. Hanya saja, bertemu dengan Lian? Molly amat sangat merindukan bayinya.
"Apa kau nggak bisa lembur?"
"Oke, Irfan, sepertinya kita harus lembur malam ini." Molly berkata. "Tunggu sebentar." Dia mengirim pesan pada Julian.
Sangat disayangkan. Molly menunggu pesan balasan dari Julian, semoga Julian masih memberikan izin datang walau sudah larut malam.
Molly dan Irfan mengecek draft rancangan kegiatan gathering bersama. Satu persatu karyawan pulang dan tinggal mereka berdua di ruangan itu.
"Menurutmu ide memberi give away saat acara udah terlalu biasa atau gimana?" Irfan bertanya.
"Tetapi hadiah-hadiah dengan sistem door prize atau lainnya memang diperlukan saat acara kumpul-kumpul, bukan?"
"Oke, kalau begitu, kita masukkan aja." Irfan memberi catatan pada papernya. Molly mengangguk.
"Irfan, kau mau kopi?" Molly menawarkan.
"Gimana kalau kita pesan pake kurir? Aku juga agak lapar."
Molly mengangguk lagi. Ketika Irfan mengambil ponselnya. Terdengar sosok langkah mendekat. Mereka menoleh ke arah pintu masuk.
"P-Pak Julian?" Irfan nyaris terpekik kaget saat melihat kehadiran Julian di sana. Molly tak kalah kaget, hanya saja dia bisa menahan diri untuk tidak terpekik.
Tumben dia sendirian tanpa Calvin, pikir Molly.
"Apa yang kalian kerjakan?" Julian berkata, suara dan auranya memang sangat berwibawa. Molly memandangi pria tampan itu, seandainya mereka tidak memiliki kisah di masa lalu, mungkin Molly akan menjadi salah satu groupies Julian.
"Silahkan duduk, Pak." Irfan mengambilkan Julian kursi. "Kami sedang merancang ide acara kegiataan gathering untuk dipresentasikan besok." Bahkan suara Irfan bergetar saking senang dan tidak menyangka kehadiran Julian saat itu.
Apa dia datang karena dirinya? Molly berpikir lagi-lagi dan menepis apa yang terlintas dalam otaknya itu, mana mungkin pria itu datang karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suspicious Wife
RomanceMolly terpaksa harus berpura-pura menjadi Jane anak dari bos adiknya, menggantikan wanita itu menikah dengan seorang pria. Wajah dan seluruh sifat juga kebiasaan Molly dirubah mengikuti Jane, tapi tetap saja kepribadian aslinya masih mendominasi. Me...